News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Korupsi di PT Timah

Kasus Korupsi Timah, Pakar Pertambangan dan Lingkungan Paparkan soal Status Hasil Tambang

Penulis: Reza Deni
Editor: Muhammad Zulfikar
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Persidangan kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas timah wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015-2022 kembali berlanjut di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (24/10/2024)

Laporan Reporter Tribunnews.com, Reza Deni

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ahli Hukum Pertambangan dan Lingkungan, Ahmad Redi dihadirkan sebagai saksi ahli dalam persidangan kasus dugaan korupsi sektor timah.

Dalam kesempatan tersebut, Ahmad dimintai pandangan ahli sesuai kepakarannya soal status timah yang ditransaksikan antara PT Timah dan penambang rakyat. 

Baca juga: Korupsi Timah, Harvey Moeis Sebut Dana CSR Ratusan Miliar Disimpan di Brankas dan Ludes Saat Pandemi

Keterangan yang dimaksud diperlukan untuk membuktikan ada tidaknya kerugian negara dalam kasus yang tengah bergulir ini.

Mulanya, hakim bertanya apakah timah bisa diakui sebagai milik PT Timah sejak masih di dalam tanah, atau setelah ditambang dan dibeli PT Timah.

Baca juga: Harvey Moeis Dapat Imbalan Rp50-100 Juta Per Bulan dari PT RBT Karena Bantu Kerja Sama PT Timah

"Bisa dinyatakan bahwa itu (timah) punya PT Timah pada saat masih jadi kandungan atau setelah mau diekspor dengan catatan sudah membayar royalti?” tanya Hakim dalam persidangan tersebut, dikutip Rabu (30/10/2024).

Dasar pertanyaan itu berawal dari adanya anggapan PT Timah membeli timah yang merupakan miliknya sendiri lantaran ditambang oleh penambang rakyat dari area yang masuk dalam wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah.

Menjawab pertanyaan tersebut, Ahmad Redi menjelaskan bahwa timah yang ditambang oleh penambang rakyat bukanlah milik PT Timah.

"Di Undang-Undang Minerba pada Pasal 92 diatur peralihan kepemilikan mineral logam, sebut saja timah itu (kepemilikannya) sejak membayar royalti," terang dia.

Dengan demikian, dia mengatakaan bahwa timah yang masih dalam bentuk kandungan atau masih di dalam tanah belum menjadi milik PT Timah meski secara lokasi masuk dalam wilayah IUP PT Timah.

Ahmad melanjutkan, agar bisa diakui sebagai milik PT Timah, maka timah harus sudah ditambang. 

Itu pun, dikatakan dia, harus dipastikan terlebih dahulu bahwa lahan yang menjadi area penambangan tidak tumpang tindih kepemilikan lahannya, tidak dalam penguasaan pihak lain dan tidak dalam sengketa atau harus sudah clean and clear.

Baca juga: Bantah Terkait Kasus Timah, Sandra Dewi Jelaskan Perihal Transfer Rp 3,15 Miliar dari Harvey Moeis

"Setelah Kepmen 2015, IUP yang tidak tumpang tindih yang dapat diakui oleh negara, di mana tidak boleh menambang selama di atasnya belum CnC (clear and clear) sesuai Pasal 135," kata dia.

Lantas bagaimana agar lahan area tambang yang dimaksud bisa dinyatakan CnC?

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini