TRIBUNNEWS.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) siap mendukung pengungkapan kasus impor gula yang menyeret nama mantan Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong.
Adapun kapasitasnya yakni memberikan data pendukung berupa Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) Tom Lembong ke Kejaksaan Agung (Kejagung).
Kejagung tentu membutuhkan informasi terkait dengan pencatatan aset milik Tom Lembong.
"Jika memang dibutuhkan informasi ataupun data dari LHKPN untuk mendukung proses hukum tersebut, tentu KPK sangat terbuka untuk memberikan dukungan," kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo di Gedung C1 KPK, Jakarta, Kamis (31/10/2024), dikutip dari Kompas.com.
Terkait dugaan Tom Lembong tak mencantumkan aset tanah, rumah dan kendaraan, Tim LHKPN akan melakukan pengecekan kembali.
"Informasi ini tentu akan kami segera cek dan tindak lanjuti terkait dengan kepatuhan-kepatuhan tersebut," jelas Budi.
Diketahui, saat ini Kejagung telah menetapkan dua orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait impor gula, yakni Tom Lembong dan CS selaku Direktur Pengembangan Bisnis PT PPI.
Keduanya disangka melanggar Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 UU Tipikor jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
Kejagung menilai, Tom Lembong bersalah karena membuka keran impor gula kristal putih ketika stok gula di dalam negeri mencukupi.
Tom Lembong memberikan izin impor tersebut saat menjabat sebagai Mendag kala itu.
Izin impor itu lalu diberikan kepada pihak swasta, yakni PT AP.
Baca juga: VIDEO Respons Anies Baswedan dan Cak Imin Soal Penetapan Tom Lembong Jadi Tersangka
Padahal seharusnya, hanya BUMN yang boleh mengimpor gula kristal putih.
Hal yang dilakukan Tom Lembong dianggap menyalahi prosedur.
“Kalaupun harus diimpor, seharusnya ada persetujuan dari lembaga terkait, tetapi yang bersangkutan langsung memberikan izin,” tambah Budi.
Hal itu tertuang dalam Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 527 Tahun 2004.
Kejagung memperkirakan, jumlah kerugian negara akibat perbuatan Tom Lembong itu ratusan miliar.
Namun, kasus dugaan korupsi impor gula itu masih akan didalami Kejagung.
Untuk mengetahui total pasti kerugian negara dalam kasus tersebut, Kejagung menggandeng tim ahli.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum), Harli Siregar menyatakan, sementara ini, angka kerugian negara sebesar Rp400 miliar.
Jumlah tersebut nantinya masih akan dihitung lebih lanjut agar mendapat angka pasti.
“Kita akan menggandeng ahli untuk memastikan berapa kerugian negara."
"Saat ini perhitungan masih berlangsung,” ujar Harli di Kejagung Jakarta, Kamis (31/10/2023).
Estimasi kerugian negara itu, sementara dihitung berdasarkan selisih harga jual gula pasir, yaitu Rp16.000 per kilogram, dibandingkan dengan harga acuan tertinggi sebesar Rp13.000.
Selisih tersebut, dikalikan dengan kuota impor gula yang diberikan.
Kemudian menghasilkan nilai dugaan kerugian sebesar Rp400 miliar.
(Tribunnews.com/Galuh Widya Wardani/Rifqah)(Kompas.com)