Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kasus dugaan suap penanganan kasasi oleh mantan penjabat eselon 1 Mahkamah Agung (MA), Zarof Ricar, merupakan secuil kasus dari mafia peradilan di republik Indonesia yang sudah berjalan lama.
Mantan Menko Polhukam dan eks Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD, menilai pengungkapan kasus ini menjadi titik balik bagi pemerintah Indonesia untuk menegakkan kembali marwah hukum negara ini.
Mengingat kasus ini melibatkan sejumlah perkara yang sudah diputus sejak tahun 2012 hingga 2022.
"Harusnya perkara ini ditelusuri, kejaksaan harus buka lagi perkaranya. Kalau bisa disidang kembali. Biar tidak ada korban yang dihukum karena hanya menjadi kambing hitam," ujar Mahfud dalam keterangannya, Kamis (31/10/2024).
Ia menilai jika ada korban kambing hitam dalam sejumlah perkara yang terindikasi dalam kasus ini, jaksa bisa melakukan Peninjauan Kembali (PK).
Kasus tersebut membuka fakta banyaknya perkara yang selama ini ditangani Mahkamah Agung terindikasi diputus secara tidak independen dan sarat intervensi.
Perkara yang cukup jadi perhatian dampak dari kasus ini, terkait dengan kesesatan putusan hakim yang mengorbankan kebenaran adalah kasus Mardani Maming.
Baca juga: Belum Sebulan Bekerja, Pemerintahan Prabowo Telah Tangkap Koruptor dari 7 Kasus Korupsi, Siapa Saja?
Sementara itu, Guru Besar Hukum Pidana Universitas Padjadjaran, Romli Atmasasmita, selaku Ketua Tim Penyusun RUU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan RUU Pembentukan KPK, menyebut terdapat delapan kekeliruan serius dalam penanganan perkara Maming.
Ia mengatakan bahwa tuntutan dan putusan pemidanaan tidak didasarkan pada fakta hukum, melainkan lebih didasarkan pada imajinasi penegak hukum.
"Proses hukum terhadap terdakwa bukan hanya menunjukkan kekhilafan atau kekeliruan nyata, tetapi merupakan sebuah kesesatan hukum yang serius," kata Romli.
Senada dengan Romli, akademisi Hukum Universitas Islam Indonesia (UII), Muhammad Arif Setiawan, menilai kasus Mardani Maming tanpa adanya bukti permulaan tapi sudah berstatus tersangka.
Hal ini menunjukkan kasus yang melibatkan mantan BPP HIPMI ini merupakan bukti kasus yang proses dan prosedurnya tidak benar.
"Mungkin enggak, menetapkan tersangka pembunuhan padahal bukti matinya belum ada," ujarnya.