TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Isu keberagaman yang menjadi tantangan menausia diharapkan bisa diminimalisir.
Menjawab tantangan itu, sebuah lembaga bernama Institute for Humanitarian Islam didirikan.
Lembaga ini resmi diluncurkan di Hotel JW Marriot, Jakarta Selatan, Senin (4/11/2024) malam.
Baca juga: Ungkap Isi Perbincangan dengan Wapres Gibran, Menag Nasaruddin Singgung Ketenangan dan Kedamaian
Menteri Agama Prof KH Nasaruddin Umar saat peluncuran Menag mengapresiasi lahirnya Lembaga yang dipimpin oleh Yaqut Cholil Qoumas (Gus Yaqut) ini karena menurutnya, semakin banyak lembaga yang konsern pada masalah kemanusiaan, akan semakin memperkokoh dan memperkuat kualitas indeks keberagamaan dan kemanusiaan bagi Bangsa Indonesia.
Menag berharap, Institute for Humanitarian Islam ini ke depannya bisa meningkatkan indeks kualitas keberagaman di Indonesia.
"Inilah harapan kami dan harapan kita semuanya. Semoga peluncuran institut yang kita lakukan pada hari ini akan mengangkat indeks kualitas keberagaman, kualitas kemanusiaan kita semuanya, khususnya bangsa Indonesia," kata Menag Nasaruddin.
Sama seperti maksud didirikannya Institute for Humanitarian Islam yakni sebagai upaya untuk mendorong pemahaman, kasih sayang, dan aksi dalam menghadapi tantangan kemanusiaan di dunia.
Baca juga: Imam Besar Masjid Istiqlal Nasarudin Umar Serukan Indonesia Lakukan Pertobatan Nasional
Menteri Agama RI Prof KH Nasaruddin Umar saat peluncuran didampingi Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya).
Pelucuran dihadiri sejumlah duta besar negara sahabat, Direktur Eksekutif Rabithah 'Alam Islami untuk Indonesia Syekh Abdulrahman Al-Khayyat, perwakilan organisasi keagamaan, serta perwakilan kementerian/lembaga negara.
Gus Yaqut mengatakan, Institute for Humanitarian Islam ini lahir sebagai langkah penting untuk menghadapi tantangan kemanusiaan di dunia.
"Inisiatif ini merupakan langkah penting dalam upaya kita untuk mendorong pemahaman, kasih sayang, dan aksi dalam menghadapi tantangan kemanusiaan yang mendesak di dunia kita," ujar Gus Yaqut dalam sambutannya.
Menurut dia, peluncuran lembaga kemanusiaan ini mengingatkan akan ajaran mendalam Islam yang menekankan kasih sayang, empati, dan tanggung jawab terhadap sesama.
"Institut ini bertujuan untuk mewujudkan prinsip-prinsip tersebut dengan menyediakan platform untuk pendidikan, dialog, dan kolaborasi. Kami bertekad untuk memberdayakan individu dan komunitas dalam upaya kemanusiaan yang berakar pada nilai-nilai Islam," ucap dia.
Baca juga: Mengintip Kesibukan Pak Bas, Sandiaga, Retno Marsudi hingga Gus Yaqut Setelah Tak Lagi Jadi Menteri
Melalui lembaga ini, Gus Yaqut mengajak semua pihak menjelajahi solusi inovatif untuk mengurangi penderitaan, mempromosikan keadilan, dan membangun jembatan pemahaman antar berbagai komunitas.
"Komitmen kami terhadap keunggulan dan inklusivitas akan menjadi panduan dalam setiap langkah yang kami ambil," kata mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor ini.
"Kami sangat menantikan partisipasi Anda saat kita berupaya memberikan dampak positif di dunia ini. Mari kita jalani misi ini bersama-sama, dengan harapan dan tekad," ucap Gus Yaqut.
Sementara itu, Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya menjelaskan, wacana Humanitarian Islam pertama kali diperkenalkan pada 2017 lalu dalam konferensi yang digelar di Ponpes Bahrul Ulum, Tambak Beras, Jombang, Jawa Timur.
"Kami waktu itu menghadirkan narasumber dari berbagai negara yang kemudian melahirkan deklarasi Gerakan Pemuda Ansor tentang Islam untuk kemanusiaan," kata Gus Yahya.
Kakak kandung Gus Yaqut ini menuturkan, ada banyak keragaman di Indonesia ini, namun uniknya satu peradaban yang bersatu dan harmonis mampu terbangun di tengah-tengah perbedaan dan luar biasa.
"Sehingga saya kira di Indonesia sangat pantas mengklaim bahwa unity of diversity sungguh-sungguh telah terwujud di dalam kehidupan berkuasa masyarakat," jelas Gus Yahya.
Gus Yahya yakin keberhasilan Indonesia ini cukup berharga untuk disumbangkan ke tengah-tengah masyarakat internasional dengan harapan bisa menjadi inspirasi untuk menemukan jalan keluar dari berbagai macam masalah internasional yang berkaitan dengan konflik.
"Mudah-mudahan nanti ini akan mewujudkan peradaban global yang sungguh-sungguh adil dan harmonis," kata Gus Yahya.
Menag Nasaruddin mengingatkan jika perbedaan itu harus dianggap sebagai lukisan Tuhan yang tidak bisa diubah. Siapa yang mencoba untuk mengubah lukisan Tuhan, menurutnya sama saja dengan melakukan kerusakan di muka bumi.
“Karena itu agama-agama apapun, saya kira, kita harus melakukan penafsiran ulang, manakala ada sebuah penafsiran yang melahirkan penindasan, yang melahirkan diskriminasi dan melahirkan ketimpangan di dalam kemanusiaan,” ucapnya.
Oleh karenanya, Menag menilai bahwa kemanusiaan hanya satu, tidak memiliki latar belakang, baik agama, maupun etnis. Hal tersebut menurutnya tercantum dalam setiap kitab suci semua agama. orang yang beragama tentu mengedepankan kemanusiaan.
“Jelas di dalam agama Islam. Saya kira juga kita bisa temukan banyak ayatnya dalam kitab-kitab suci yang lain bahwa Humanity is only one, theres no colors” ucap Menag.
Menag menjelaskan, ada tiga unsur penting dalam beragama, yaitu Mitos atau kepercayaan, yang kemudian diartikulasikan menjadi Logos atau keilmuan, dan selanjutnya diterapkan dalam bentuk Ethos.
“Tidak sempurna keberagaman kita kalau hanya berhenti di sektor mitos, hanya sampai percaya kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, tapi tidak ada implementasinya dalam bentuk logos, dan sampai di logos pun juga tidak sempurna kita sebagai umat beragama kalau tidak memunculkan dalam bentuk ethos,” ucapnya.
Ia pun berharap, setiap umat di Indonesia mampu mengaplikasikan ajaran agamanya, sehingga bisa menjadi manusia yang bijaksana dan mengedepankan kemanusiaan dalam bertindak “Kehadiran agama itu sangat penting di dalam rangka menciptakan kualitas kemanusiaan, kualitas kebangsaan kualitas kemasyarakatan dan kualitas individu yang sangat mumpuni,” tegasnya.
Dengan demikian, Menag yakin bahwa Bangsa Indonesia mampu mecapai kemajuan, jika umatnya menjalankan perintah agamanya dengan baik.
Sebagai rangkaian pembentikan lembaga ini, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) bekerja sama dengan Universitas Indonesia (UI) dan Centre for Shared Civilizational Values (CSCV) hmenggelar International Conference on Humanitarian Islam atau Muktamar al-Dawli al-Islam Lil Insaniyah di Kampus UI Depok, Jawa Barat pada Selasa (5/11/2024) hari ini.