Laporan Wartawan Tribunnews, Mario Christian Sumampow
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Yudisial (KY) menegaskan mereka tidak akan memeriksa Zarof Ricar alias ZR, Kepala Balitbang Diklat Kumdil MApejabat tinggi Mahkamah Agung (MA) yang ikut ditangkap Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam kasus suap hakim Pengadilan Negeri Surabaya terkait pengajuan kasasi terpidana Ronald Tannur.
Zarof Ricar merupakan mantan Kepala Balitbang Diklat Kumdil MA periode 2010-2022.
"Kalau ZR itu kan kalau kita lihat background-nya bukan hakim dan sekarang sudah pensiun. Artinya tidak ada hubungannya kalau Komisi Yudisial kalau memeriksa ZR karena itu bukan hakim," jelas saat ditemui di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (6/11/2024).
Joko juga menjelaskan ihwal KY hanya akan bertindak jika ada temuan yang mengarah pada keterlibatan hakim aktif dalam kasus tersebut.
Lebih lanjut, Joko menegaskan saat ini KY masih mengikuti perkembangan yang dilakukan oleh Kejaksaan Tinggi.
Namun, ia menambahkan, jika ada laporan terkait suap yang melibatkan hakim agung, KY akan meresponsnya.
"Kalau ada hakim-hakim yang terlibat selain tiga hakim tersebut pasti akan, kalau ada pelapor ya, pasti akan ditindaklanjuti oleh Komisi Yudisial," tambahnya.
Baca juga: Sahbirin Noor Melarikan Diri, KPK Sudah Cari di Rumah, Kantor, dan Lainnya Tapi Tidak Ditemukan
Diberitakan, Zarof Ricar ikut ditangkap penyidik JAMPidsus Kejagung di Hotel Le Meridian Bali pada Kamis, 24 Oktober 2024, dalam rangkaian operasi tangkap tangan (OTT) tiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya dan pengacara, Lisa Rahmat..
Tiga hakim yang lebih dulu ditangkap yakni Erintuah Damanik, Heru Hanindyo, dan Mangapul.
Ketiga hakim PN Pengadilan Surabaya itu diduga menerima suap Rp5 miliar untuk memuluskan vonis bebas Ronald Tannur, anak mantan anggota DPR RI Edward Tannur, yang menjadi terdakwa kasus penganiayaan yang menewaskan kekasihnya, Dini Sera Afrianti.
Kejagung menyita Rp20 miliar dari kediaman pengacara Lisa Rahmat yang disiapkan untuk suap penanganan perkara Ronald Tannur.
Sebanyak Rp3,5 miliar telah diserahkan oleh ibunda Ronald Tannur, Meirizka Widjaja, kepada ketiga hakim itu.
Ibu Ronald Tannur itu pun telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan Kejagung. Sementara, sebanyak Rp1,5 miliar telah diserahkan melalui pengacara Lisa Rahmat.
Baca juga: Setelah Ayah dan Ibu, Giliran Adik Ronald Tannur Diperiksa Kejagung Terkait Suap Vonis Bebas
Peran Zarof Ricar yakni membantu memperkenalkan pengacara Lisa Rahmat dengan sosok R selaku pejabat PN Surabaya.
Tujuannya agar dapat melobi R untuk memilih majelis hakim PN Surabaya yang menangani perkara Ronald Tannur seperti yang diinginkan.
Saat penangkapan Zarof Ricar, tim JAMPidsus Kejagung menyita uang tunai berbagai mata uang asing dari rumah Zarof Ricar di Jalan Senayan, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan dan dari lokasi penangkapannya.
Total uang yang ditemukan mencapai Rp1 triliun. Selain itu, ada emas batangan dengan total mencapai 51 Kilogram.
Dari pemeriksaan tim Kejagung, Zarof Ricar mengaku uang dan emas sebanyak itu dikumpulkan dari banyak pihak saat dirinya membantu memuluskan sejumlah perkara di MA, selama menjabat Kepala Balitbang Diklat Kumdil MA periode 2010-2022.
Tim Kejagung dan internal MA juga tengah menelusuri ada tidaknya peran Zarof Ricar dan praktik suap dalam proses kasasi terkait vonis bebas Ronald Tannur di MA.
Sebelumnya, MA mengabulkan kasasi yang diajukan jaksa penuntut umum atas vonis bebas Gregorius Ronald Tannur.
MA dalam putusan kasasinya pada 22 Oktober 2024, menjatuhkan hukuman lima tahun penjara untuk Ronald Tannur.
"Amar putusan: kabul kasasi penuntut umum, batal judex facti," demikian amar putusan dikutip dari laman Kepaniteraan MA.
Baca juga: Anggota DPR Minta Inisiatif Pribadi Budi Arie Datangi Polda Metro untuk Klarifikasi Judi Online
Perkara kasasi itu diadili oleh ketua majelis kasasi Soesilo dengan hakim anggota Ainal Mardhiah dan Sutarjo. Panitera Pengganti Yustisiana.
"Terbukti dakwaan alternatif kedua melanggar Pasal 351 Ayat (3) KUHP - Pidana penjara selama 5 (lima) tahun - barang bukti = Conform Putusan PN - P3 : DO," demikian bunyi amar putusan kasasi.