TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Meskipun sudah tidak menjabat sebagai Plt Kepala Rumah Tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (Rutan KPK), terdakwa kasus pungutan liar (pungli) di Rutan KPK Deden Rochendi mengaku masih menerima setoran sebesar Rp 10 juta dari tahanan.
Pengakuan itu disampaikan Deden Rochendi ketika dicecar jaksa penuntut umum soal penerimaan uang setoran dalam kasus pungli di Rutan KPK yang terjadi pada 2019 hingga 2023.
Deden Rochendi pada sidang ini dihadirkan jaksa sebagai salah satu saksi mahkota untuk terdakwa lainnya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, hari ini, Jumat (15/11/2024).
Pada saat itu Jaksa mencecar Deden soal berapa jatah setoran yang diterima oleh Karutan setiap bulannya dari para tahanan.
"Sepengetahuan saudara berapa sebenarnya jatah Karutan itu berapa?," tanya Jaksa.
"Kalau saya gak ngomong yang lain, tapi kalau saya dari Ridwan pernah 10 (Juta Rupiah)," kata Deden.
"Kalau Kamtib?" tanya Jaksa.
"Saya gak tau," ujar Deden.
Seperti diketahui Deden yang menjabat terakhir kali sebagai Plt Karutan KPK tahun 2019 itu ternyata masih menerima setoran tersebut meski dirinya tak lagi menjabat.
Sontak hal ini pun cukup dipertanyakan oleh Jaksa.
"Ini kan kemudian dilanjutkan setelah saudara tidak menjabat Plt Karutan toh, saudara masih menerima Rp 10 Juta?" tanya Jaksa.
"Iya, siap," aku Deden.
"Kenapa kan Karutannya ada yang lain itu, Komang (Karutan KPK setelah Deden)?" tanya Jaksa.
Menjawab pertanyaan Jaksa, Deden yang duduk sebagai saksi berdalih tidak tahu kenapa dirinya masih mendapat setoran tersebut.
Ia pun mengklaim bahwa yang bisa menentukan seseorang masih bisa mendapat setoran atau tidak dari tahanan adalah petugas Keamanan dan Ketertiban (Kamtib) dan petugas yang bertindak sebagai korting atau pengumpul setoran.
"Ya gak tau pak yang jelas saya terima. Kalau masalah itu gini pak, setahu saya ya, yang berhak atau yang tidak dicolek atau yang dicolek itu Kamtib dan Korting. 'Oh ini orang ini si A dapet si ini engga' itu Kamtib dan Korting," kata Deden.
"Iya Kamtib dan Korting orang tersebut. Maksudnya gini loh Hengki mau memasukkan saudara itu masih terima Rp 10 Juta apa alasannya?" cecar Jaksa.
Ditanya hal itu lagi-lagi Deden mengklaim tidak tahu alasan masih diberi setoran oleh Hengki yang kala itu menjabat Kamtib tahun 2018-2022.
Bahkan dalam jawabannya, Deden menyebut dirinya menutup mata dan telinga soal alasan masih diminta untuk terima setoran tersebut.
"Saya tutup mata tutup telinga," jawab Deden.
Selain setoran Rp 10 juta, Deden diketahui juga menerima uang pungli yang dikumpulkan oleh petugas rutan lainnya yakni Suharlan dan Ramadhan Ubaidilah.
Dari keduanya Deden mengaku menerima nominal per bulannya sejumlah Rp 2,5 juta dan Rp 3 Juta.
Angka-angka itu ia terima sampai dirinya menjabat sebagai Kamtib di Rutan Gedung Merah Putih KPK pada tahun 2023.
Sehingga total uang yang ia dapatkan itu senilai Rp 399.500.000.
"Sudah dikembalikan belum?" tanya Jaksa.
"Masih berusaha menyicil pak," pungkas Deden.
Adapun dalam perkara ini sebelumnya diberitakan, 15 orang eks petugas Rumah Tahanan (Rutan) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) didakwa menerima uang sebesar Rp 6,3 miliar terkait kasus pungutan liar (pungli) terhadap sejumlah tahanan di lembaga antirasuah tersebut.
Adapun ke-15 orang eks petugas Rutan KPK itu menjalani sidang pembacaan dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (1/8/2024).
Mereka yang telah didakwa bersalah yakni: Mantan Karutan KPK Achmad Fauzi, eks Pelaksana Tugas (Plt) Karutan KPK Deden Rochendi, eks Kepala Cabang Rutan KPK tahun 2021 Ristanta dan Kepala Keamanan dan Ketertiban (Kamtib) KPK 2018-2022 Hengki.
Selain itu terdapat nama-nama lainnya yaitu eks petugas Rutan KPK Muhammad Ridwan, Mahdi Aris, Suharlan, Ricky Rachmawanto, Wardoyo, Muhammad Abduh dan Ramadhan Ubaidillah.
Dalam dakwaannya, Jaksa dari KPK menyebut bahwa para terdakwa telah melakukan perbuatannya itu sekitar bulan Mei 2019 hingga Mei 2023 terhadap para narapidana korupsi di lingkungan Rutan KPK.
Selain itu perbuatan mereka pun dianggap bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang, Peraturan KPK, dan Peraturan Dewan Pengawas KPK.
"Secara melawan hukum atau menyalahgunakan kekuasaannya yaitu partai terdakwa selaku petugas rutan KPK telah menyalahgunakan kekuasaan atau kewenangannya terkait penerimaan, penempatan, dan pengeluaran tahanan serta memonitor keamanan dan tata tertib tahanan selama berada di dalam tahanan," ucap Jaksa di ruang sidang.
Tak hanya itu Jaksa juga meyakini bahwa ke-15 terdakwa melanggar Pasal 12 huruf e UU Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Hal itu lantaran para terdakwa dianggap telah memperkaya dan menguntungkan diri sendiri ataupun orang lain dalam perkara tersebut.
"Terdakwa telah melakukan, menyuruh, melakukan atau turut serat melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa sehingga dipandang sebagai perbuatan berlanjut dengan maksud menguntungkan diri sendiri ataupun orang lain," tuturnya.
Kemudian Jaksa turut menguraikan jumlah penerimaan masing-masing daripada terdakwa dalam perkara pungutan liar terhadap para narapidana tersebut.
Berikut rinciannya;
1. Deden Rochendi seluruhnya sejumlah Rp 399.500.000
2. Hengki seluruhnya sejumlah Rp 692.800.000
3. Ristanta seluruhnya sejumlah Rp 137.000.000
4. Eri Angga Permana seluruhnya sejumlah Rp 100.300.000
5. Sopian Hadi seluruhnya sejumlah Rp 322.000.000
6. Achmad Fauzi seluruhnya sejumlah Rp 19.000.000
7. Agung Nugroho seluruhnya sejumlah Rp 91.000.000
8. Ari Rahman Hakim seluruhnya sejumlah Rp 29.000.000
9. Muhammad Ridwan seluruhnya sejumlah Rp 160.500.000
10. Mahdi Aris seluruhnya sejumlah Rp 96.600.000
11. Suharlan seluruhnya sejumlah Rp 103.700.000
12. Ricky Rachmawanto seluruhnya sejumlah Rp 116.950.000
13. Wardoyo seluruhnya sejumlah Rp 72.600.000
14. Muhammad Abduh seluruhnya sejumlah Rp 94.500.000
15. Ramadhan Ubaidillah seluruhnya sejumlah Rp 135.500.000.(*)