"(Luhut mengatakan) Lho, mengapa? Kan saya nggak urusan suap menyuap. Ini teman, mengapa?" (Mahfud menjawab) Nggak bisa, ini aturan undang-undangnya," jelasnya.
Luhut pun bertanya ke Mahfud agar tetap bisa membantunya tanpa melanggar peraturan perundang-undangan.
Kemudian, Mahfud mengatakan, jika dirinya turut bekerja di sebuah perusahaan swasta, maka gaji yang diterimanya sah dan tidak melanggar hukum.
Tak disangka, Luhut yang saat itu sudah menjadi pengusaha sukses, menjadikan Mahfud sebagai komisaris utama (komut) di perusahaan yang dibentuknya bernama PT Bangun Bejana Baja.
"Terus Pak Luhut membentuk perusahaan namanya PT Bangun Bejana. Saya jadi komisarisnya agar saya bisa diberi bantuan," tuturnya.
Namun, Mahfud memutuskan untuk berhenti ketika dirinya menjadi Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2008.
Kendati demikian, pada proses mundurnya Mahfud sebagai Komut PT Bangun Bejana Baja, Luhut masih tidak mau menerima.
Hanya saja, Mahfud menegaskan dirinya harus patuh terkait peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Luhut Utus 2 Prajurit saat Mahfud Jadi Ketua MK dalam Kasus 'Cicak vs Buaya'
Kebaikan Luhut pun masih terus dilakukan ketika Mahfud menjadi Ketua MK.
Adapun momen tersebut terjadi ketika bergulirnya perselisihan antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Polri atau yang lebih dikenal sebagai 'Cicak vs Buaya'.
Mahfud mengungkapkan pada saat itu, dirinya memutuskan, pimpinan KPK ketika itu, Chandra Hamzah dan Bibit Samat Rianto, tidak bersalah dalam perkara dugaan korupsi.
Saat itu, ketika perkara ini bergulir, Mahfud menyebut seluruh pengawalnya dari Polri mengundurkan  sehingga dia sebagai pejabat negara tidak dikawal siapapun.
"Ketika saya jadi Ketua MK, saya kan ribut dengan Polri ketika kasus cicak buaya. Sampai pengawal-pengawal lari."
"Saya sendirian loh pejabat tinggi negara kemana-mana nggak ada yang ngawal," jelasnya.