Laporan Wartawan TribunSolo.com, Ahmad Syarifudin
TRIBUNNEWS.COM - Wakil Ketua Umum Pimpinan Pusat Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman (FSP RTMM) SPSI, Andreas Hua, mengungkapkan pihaknya belum dilibatkan dalam penyusunan Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK).
Rancangan peraturan ini mengatur salah satunya kemasan polos. “Dalam perumusan regulasi yang diundang pengusaha,” ungkapnya saat menjadi narasumber dalam diskusi di Kulonuwun Kopi, Kamis (14/11/2024).
Andreas menyampaikan hal ini dalam Ruang Rembuk yang mengangkat tema "Dampak Polemik Regulasi Nasional Terhadap Ekosistem Pertembakauan Jawa Tengah".
Pihaknya telah melakukan demonstrasi pada 10 Oktober 2024 lalu di Kementerian Kesehatan. Ia pun dijanjikan akan dilibatkan dalam perumusan ke depan.
“10 Oktober demo di Kemenkes. Menteri Kesehatannya diajak Bapak Presiden ke IKN. Cuma ketemu tim hukum. Pada waktu itu kita akan dilibatkan RPMK,” terangnya.
Menurut Andreas, kemasan polos akan membuat kemampuan penjualan industri rokok berkurang. Jika pendapatan perusahaan berkurang, maka buruh selalu menjadi korban.
“Kalau margin perusahaan makin kecil, otomatis biayanya makin ditekan. Perusahaan yang menjadi sasaran utama adalah tenaga kerja. Upah setiap tahun naik,” ungkapnya.
Padahal, banyak keluarga menggantungkan perekonomiannya dari pekerja di industri rokok. Bahkan, di Kudus setengah penduduknya menjadi buruh pabrik rokok.
“Pekerja RTMM yang terdaftar 99.177 orang 90 persen wanita. Terakhir pendidikan mereka setingkat SMA. Sebaran industri rokok ada di 18 kabupaten/kota. 78 persen ada di Kudus. Kudus sendiri 77.263 pekerja. Sementara penduduk Kudus 800 ribu. Berarti separuhnya pekerja di industri rokok,” terangnya.
Baca juga: Kemasan Polos Ancam Rantai Pasok Tembakau, Ribuan Petani Jawa Tengah Terancam