Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahmi Ramadhan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Rina Pertiwi didakwa telah menerima suap atau gratifikasi sebesar Rp 1 miliar terkait kepengurusan eksekusi lahan milik PT Pertamina Persero.
Sidang pembacaan dakwaan tersebut digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (21/11/2024).
Adapun dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, Rina disebut telah menerima Rp 797,5 juta dari total suap Rp 1 Miliar.
Jaksa menilai Rina selaku Pegawai Negeri Sipil (PNS) patut diduga telah menerima suap dan atau gratifikasi disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya.
"Yang bertentangan dengan kewajibannya jika diantara beberapa perbuatan meskipun masing-masing merupakan kejahatan ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai suatu perbuatan berlanjut," kata Jaksa Arief Setia Nugroho saat membacakan berkas dakwaan Rina di ruang sidang.
Perkara itu bermula atas adanya gugatan secara perdata berupa ganti rugi yang diajukan ahli waris di Pengadilan Negeri Jakarta Timur terhadap PT Pertamina atas lahan yang terletak di Jalan Pemuda, Rawamangun, Jakarta Timur.
Baca juga: Erick Thohir Sebut Ada Lahan BUMN yang Bakal Dukung Program 3 Juta Rumah
Terkait gugatan ini, ahli waris pun menunjuk kuasa terhadap seseorang bernama Ali Sofyan.
Kemudian gugatan itu pun telah diputus PN Jakarta Timur sampai dengan putusan di tingkat peninjauan kembali (PK) di Mahkamah Agung dan memperoleh kekuatan hukum tetap.
"Yang pada pokoknya menghukum PT Pertamina Persero membayar ganti rugi sebesar Rp 244.604.172.000," jelas Jaksa.
Setelah ada putusan PK tersebut, Ali Sofyan selaku kuasa ahli waris pada November 2019 menghubungi seseorang bernama Yohanes Jamburmias dan Sareh Wiyono untuk meminta bantuan persoalan tanahnya.
Yang di mana kata Jaksa, Ali Sofyan meminta bantuan pada Yohanes untuk menyelesaikan proses eksekusi ganti rugi yang belum dibayarkan oleh PT Pertamina.
Ketiganya pun sempat menggelar pertemuan beberapa kali untuk membicarakan hal tersebut di sebuah hotel di wilayah Bogor, Jawa Barat.
Baca juga: Kementerian Perumahan Himpun 1.200 Ha Lahan untuk Program 3 Juta Rumah
Singkatnya, atas permintaan bantuan Ali Sofyan, Sareh menghubungi Rina yang saat itu menjabat Panitera PN Jakarta Timur untuk turut membantu proses eksekusi putusan PK tersebut.
"Atas permintaan Sareh Wiyono tersebut kemudian terdakwa menyetujuinya," ucap Jaksa.
Setelah itu Sareh, Ali dan Rina pun melakukan pertemuan di rumah Sareh di Cibinong, Kabupaten Bogor.
Dari hasil pertemuan tersebut Ali Sofyan pun kemudian membuat surat kuasa di Pengadilan Negeri Jakarta Timur untuk melakukan kepengurusan eksekusi putusan PK.
Ketika memasukkan permohonan surat kuasa itu di PTSP PN Jakarta Timur, Ali Sofyan pun bertemu dengan terdakwa Rina Pertiwi.
Sebelum adanya pertemuan antara Ali dan Rina, Sareh Wiyono kata Jaksa telah menghubungi Rina terlebih dahulu.
"Dan saat itu Sareh Wiyono menyampaikan bahwa yang akan memasukkan permohonan eksekusi putusan PK perkara perdata adalah saksi Ali Sofyan agar dibantu terkait permohonan eksekusi dari saksi Ali Sofyan," tutur Jaksa.
Surat permohonan eksekusi itu pun kemudian diteruskan ke meja Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Timur dan dilakukan disposisi kepada Rina selaku panitera.
Setelah menerima disposisi, Rina kemudian membuat resume nomor 11 yang dimana salah satu isi dari resume tersebut adalah bahwa PT Pertamina selaku termohon eksekusi merupakan BUMN, maka penyitaan tidak bisa dilakukan.
Hal itu berdasarkan ketentuan Pasal 50 UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharan Negara.
"Oleh karena itu maka pelaksanaan eksekusi tidak didahului dengan sita eksekusi dan pelaksanaan eksekusi membebankan pemenuhan isi putusan tersebut untuk dimasukkan dalam anggaran DIPA Pada para termohon eksekusi tahun anggaran berjalan atau tahun anggaran berikutnya," jelas Jaksa.
Namun lanjut Jaksa, pada faktanya Rina selaku Panitera tidak menjalankan aturan yang tertera dalam resume tersebut.
Di mana kata Jaksa Rina tetap melakukan proses eksekusi keputusan PK tersebut dengan menyita rekening sebesar Rp 244.604.172 milik PT Pertamina.
"Bahwa pada tanggal 2 Juni 2020 juru sita Pengadilan Negeri Jakarta Pusat atas nama Asmawan mendatangi BRI Jakarta Veteran untuk melakukan sita eksekusi berdasarkan surat tugas Nomor 05 tgl 29 Mei 2020 dan Berdasarkan berita acara eksekusi tgl 2 Juni 2020 nomor 5 Jo Nomor 11 Jo 127 Jo 162 Jo 1774 K Jo Nomor 79 PK telah dilakukan blokir rekening atas nama PT Pertamina Persero yang tersimpan di BRI Cabang Jakarta Veteran Jakarta Pusat sebesar Rp 244.604.172," terang Jaksa.
Setelah adanya penyitaan adapun tahapan selanjutnya adalah proses pencairan uang ganti rugi tersebut yang kemudian serahkan ke Ali Sofian.
Usai menerima uang ganti rugi, Ali Sofian kemudian memberikan uang kepada para pihak yang telah membantu proses eksekusi tersebut termasuk ke Rina.
Adapun dalam dakwaannya, Jaksa menyebut bahwa Rina telah menerima suap total Rp 1 miliar dari Ali Sofyan selaku pemberi hadiah.
"Maka total uang yg diterima terdakwa dari saksi Ali Sofian melalui saksi Dede Rahmana yaitu sebesar Rp 1 M dengan rincian sebesar Rp 797.500.000 diterima oleh terdakwa dan sisanya sebesar Rp 202.500.000 diberikan oleh terdakwa kepada saksi Dede Rahmana," pungkasnya.