Berbeda dengan keberangkatan, saya dan rekan media lainnya mendapatkan kini jalur yang berbeda. Pasalnya, tiket yang dipesan dengan memakai maskapai jauh lebih murah yakni KLM Royal Dutch.
Sama dengan keberangkatan, kami duduk di bagian kursi penumpang kelas ekonomi. Yang berbeda, kami tidak banyak mendapatkan fasilitas yang didapatkan saat berangkat memakai pesawat Qatar Airways.
Di sana, menu entertainment yang ada di kursi penumpang tidak lengkap. Penumpang hanya disediakan satu headset kecil, bantal ukuran kecil dan selimut.
Namun, kami tidak masalah karena keberangkatan dimulai malam hari. Dengan begitu, penumpang bisa mengisi penerbangan selama 15 jam itu dengan tertidur.
Saya memilih sengaja untuk tidak makan malam agar tidur saya tidak diganggu oleh pramugari. Caranya, saya meminta rekan yang duduk di sebelah untuk bisa memberitahu ke pramugari.
Cara itu rupanya berhasil lantaran saya terbangun dari tidur hanya tinggal 2 jam lagi sampai di Bandar Udara Internasional Schiphol, Amsterdam, Belanda. Sisanya, saya memilih menonton film bioskop yang belum pernah ditonton di Indonesia.
Setibanya di Schipol, kami sempat berjalan keluar bandara untuk berfoto dan berbelanja oleh-oleh karena waktu transit selama 7 jam. Namun, saya dan rekan lain hampir terlambat karena keasyikan menjelajah di sekitar bandara.
Maklum saja, kami semuanya baru pertama kali menginjakan kaki di negara kincir angin tersebut. Kami bergegas kembali menuju masuk ke dalam imigrasi hingga menuju terminal keberangkatan.
Di sana, kami menumpangi maskapai yang sama dengan ciri khasnya berwarna biru muda. Kali ini, perjalanan dari Belanda menuju Bandara Internasional Kuala Lumpur ditempuh dalam waktu 12 jam.
Kali ini, saya dan rekan jurnalis melakukan rutinitas seperti biasa dengan meminum obat tidur untuk setiap penerbangan di atas 10 jam. Kami meminum obat itu tanpa tahu efek sampingnya.
Benar saja, saya mengalami kulit yang gatal-gatal setibanya di Bandara Kuala Lumpur. Bentol-bentol berwarna merah terlihat di sebagian kaki dan badan.
Namun, semua bisa teratasi dengan mengoleskan minyak angin. Kami pun kembali melanjutkan penerbangan karena transit di Malaysia hanya 30 menit untuk mengisi bahan bakar pesawat.
Setelah itu, rombongan kembali menuju bandara Soetta dengan menempuh 2 jam perjalanan. Tidak ada hambatan dari perjalanan itu karena perjalanan sebelumnya lebih panjang dan menguras tenaga.