Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fahmi Ramadhan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ahli Hak Asasi Manusia (HAM) dari Universitas Gadjah Mada Herlambang Perdana Wiratama hadir sebagai saksi ahli dalam sidang lanjutan kasus pencemaran nama baik yang menjerat mantan buruh Hive Five Septia Dwi Pertiwi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (4/12/2024).
Seperti diketahui Septia harus duduk di kursi pesakitan usai dirinya dituduh melakukan pencemaran nama baik oleh mantan atasanya yakni Henry Kurnia Adhi alias Jhon LBF.
Dalam sidang tersebut, Herlambang pun menilai bahwa tak ada larangan bagi seseorang untuk mengkritik orang lain terlebih seseorang yang dikirimkan merupakan pejabat publik ataupun publik figur.
Terkait pernyataannya, Herlambang mengaku merujuk pada kasus dugaan pencemaran nama baik yang sebelumnya pernah menjerat aktivis HAM Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti melawan Luhut Binsar Pandjaitan atau LBP.
Menurut Herlambang, dalam kasus tersebut, tidak ada unsur pencemaran nama baik ataupun penghinaan yang dilontarkan oleh Haris-Fatia dalam tayangan Youtubenya.
"Kenapa? Karena satu, LBP adalah pejabat publik. Dia legitimate untuk dikritisi. Dan legitimate untuk di istilahnya ada di sini ya. Karena dia bagian dari yang memungkinkan di ruang publik untuk dikritisi," kata Herlambang di ruang sidang.
Bahkan dari segi tafsir maupun futuristik penyampaian pendapat, tak hanya pejabat publik yang bisa dikritik, melainkan publik figur yang kerap tampil di masyarakat juga bisa dilempar kritikan.
Terlebih dalam kasus yang menjerat Septia ini, Jhon LBF selaku pihak pelapor kerap mencitrakan dirinya sebagai seseorang yang baik di media sosial miliknya.
"Karena yang saya dengar misalnya dalam kasus akuo ini kan juga suka medsos ya, artinya menampilkan citra untuk di ruang publik dengan kebaikannya. Nah itu juga bisa dikritisi," ujar Herlambang.
Selain itu dia juga mencontohkan salah satu kasus yang berkaitan dengan perkata Septia yakni Kasus Almeida Aroja yang pernah diadili di Pengadilan HAM Eropa.
Dalam kasus itu Almeida Aroja kata Herlambang mengkritik seseorang publik figur melalui aplikasi yang dimana kemudian di sidangkan di Pengadilan HAM Eropa.
Adapun dalam putusannya, Pengadilan menilai bahwa seseorang yang dikritik oleh Almeida merupakan publik figur lantaran kerap mengeksposes dirinya di masyarakat.
"Dia dapat dipandang sebagai publik figur karena dia secara voluntary atau suka lela mengekspos dirinya sendiri untuk dilacak jejaknya atau dikritisi peran-perannya di ruang publik, di masyarakat," jelasnya.