Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Menteri Hukum (Wamenkum) RI, Edward Omar Sharif Hiariej alias Eddy Hiariej turut merespons soal tidak masuknya Rancangan Undang-Undang (RUU) Prolegnas Prioritas 2025 di DPR RI.
Eddy menyebut, sejatinya draft RUU yang menjadi insiatif pemerintah dalam upaya memberantas koruptor itu sudah dikirim ke DPR RI sejak April 2023 lalu.
Akan tetapi, kata dia, karena banyaknya agenda politik saat itu, membuat RUU tersebut belum juga dibahas atau bahkan disentuh.
"RUU itu sudah masuk ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sejak April tahun 2023. Tetapi, kita tahu persis bahwa tahun 2023 itu sampai dengan menjelang Pemilihan Presiden pada Februari 2024, itu adalah tahun politik, banyak teman-teman Dewan yang kembali maju pada Pileg berikutnya," kata Eddy saat media gathering di Kantor Kementrian Hukum RI, Rabu (4/12/2024).
Eddy mengatakan, perihal belum dibahasnya juga RUU itu di DPR RI, pemerintah bisa mahfum dan menghormati apa yang menjadi keputusan dari DPR RI.
Pasalnya, DPR RI selaku pemegang hak pembentuk undang-undang pasti mengerti perihal apa yang harus dibahas.
Baca juga: Mandek Bertahun-tahun, Baleg DPR Periode Ini Belum Bisa Pastikan RUU Perampasan Aset Masuk Prolegnas
Baca juga: Anggota DPR Usulkan SIM dan STNK Berlaku Seumur Hidup
Sementara itu, untuk di Indonesia sendiri sejatinya konsep perampasan aset sudah dilakukan terhadap tersangka kasus korupsi.
Dimana hal itu diterapkan berdasarkan pada putusan pengadilan.
"Kan saudara-saudara melihat putusan pengadilan tindak pidana korupsi itu kan pasti ada. Bahwa selain pelakunya dijatuhi pidana, kan ada asetnya yang disita, ada asetnya yang dirampas untuk negara. Itu yang di dalam doktrin hukum pidana dikenal dengan istilah non-conviction based asset forfeiture," kata Eddy.
Atas hal itu, dirinya meminta dengan belum dibahasnya RUU Perampasan Aset saat ini, bukan berarti menunjukkan ketidakseriusan pemerintah dan DPR RI dalam upaya memberantas koruptor.
Pasalnya, kata dia, beberapa lembaga hukum yang ada saat ini, sudah menerapkan penjatuhan penyitaan aset terhadap tersangka korupsi.
"Tetapi toh kita lihat bahwa dalam pemberantasan tindakan-tindakan korupsi yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung, yang dilakukan oleh Kepolisian, ini pun sudah melakukan perampasan aset, meskipun saya katakan bahwa ini masih didasarkan pada non-conviction based asset forfeiture," tutur dia.
"Jadi, saya kira kesungguhan pemerintah dan DPR untuk memberantas korupsi itu tidak bisa dilihat semata-mata hanya karena RUU perampasan aset, ini tidak menjadi skala prioritas," tandas Eddy.
Baca juga: Peringatan untuk DPR, Prabowo Kemungkinan Keluarkan Surpres RUU Perampasan Aset Sepulang Luar Negeri
Sebagai informasi, DPR RI telah menetapkan agenda pembentukan undang-undang yang masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas 2025 dan Prolegnas jangka menengah 2024-2029.
Prolegnas Prioritas sendiri merupakan bahan kerja DPR RI dalam membentuk undang-undang pada tahun 2025.
Sementara itu, RUU Perampasan Aset yang sudah didorong oleh pemerintah untuk segera dibahas justru tidak masuk dalam Prolegnas Prioritas DPR RI.