Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahmi Ramadhan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kejaksaan Agung melimpahkan tersangka kasus korupsi tata niaga timah sekaligus eks Direktur Operasional PT Timah Tbk, Alwin Albar ke Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.
Kapuspenkum Kejagung RI, Harli Siregar menjelaskan Alwin sebelumnya ditahan di Lapas Klas II B Sungailiat, Bangka lantaran terjerat kasus korupsi lain yakni pengadaan peralatan washing plant pada PT Timah Tbk.
Setelah selesai menjalani sidang kasus tersebut, Kejagung pun langsung melakukan penempatan terhadap Alwin melalui Bandara Soekarno-Hatta dan sempat dilakukan pemeriksaan di Gedung Kartika Kejagung, Jakarta Selatan.
"Lalu, Tersangka AA dilakukan Penyerahan Tersangka dan Barang Bukti (tahap II) ke Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Selatan," kata Harli dalam keteranganya, Kamis (5/12/2024).
Adapun peran Alwin Albar dalam perkara timah ini sebelumnya terungkap dalam pembacaan dakwaan eks Direktur Utama PT Timah Tbk Mochtar Riza Pahlevi Tabrani dan eks Direktur Keuangan PT Timah Tbk Emil Ermindra di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Dalam persidangan yang digelar Senin (26/8/2024) lalu itu Jaksa Penuntut Umum mengungkap bahwa Alwin bersama Riza dan Emil menggunakan metode kaleng susu dan jemput bola yang digunakan untuk mengakomodir hasil penambangan timah ilegal di Bangka Belitung.
Baca juga: Dituntut 8 Tahun Penjara, Helena Lim Disebut Nikmati Hasil Korupsi Timah dan Rugikan Keuangan Negara
Jaksa mengungkap bahwa awalnya, metode tersebut dilakukan karena para petinggi PT Timah ingin meningkatkan produksi pada pertengahan tahun 2017.
Namun, cara yang digunakan, mereka tak hanya membeli dari para penambang legal, tetapi juga ilegal di wilayah ijin usaha pertambangan (IUP) PT Timah.
"Pada pertengahan tahun 2017 ALWIN ALBAR selaku Direktur Operasi dan Produksi PT Timah Tbk bersama-sama Terdakwa Mochtar Riza Tabarin selaku Direktur Utama PT Timah Tbk dan Emil Ermindra selaku Direktur Keuangan PT Timah bersepakat untuk meningkatkan produksi bijih timah dengan cara membeli dari penambang baik Mitra Jasa Penambangan atau pemilik IUJP maupun penambang ilegal yang melakukan penambangan di wilayah IUP PT Timah Tbk," kata jaksa saat membacakan dakwaan bagi Mochtar Riza dan Emil Ermindra.
Baca juga: Sidang Korupsi Timah, Rosalina Ungkap Kerja Sama dengan Perusahaan Cangkang Berdasar Dokumen Palsu
Untuk melancarkan tujuan tersebut, mereka kemudian membeli bijih timah secara jemput bola, yakni mendatangi para penambang ilegal.
"Bahwa untuk melaksanakan program pembelian langsung bijih timah dari penambang ilegal dengan sistem Jemput Bola tersebut mewajibkan karyawan yang berada dibawah ALWIN ALBAR selaku Direktur Operasi dan Produksi PT Timah Tbk untuk mendatangi penambang ilegal yang melakukan kegiatan pengambilan sisa-sisa hasil penambangan atau melimbang di lokasi tambang di wilayah IUP PT Timah Tbk," katanya.
Menurut jaksa, para penambang ilegal saat itu dibayar secara tunai.
Namun lama kelamaan mereka menolak menyerahkan hasil penambangan ilegal ke PT Timah karena ingin dibayar sesuai dengan harga pasaran timah.
'Dalam pelaksanaan pembayaran tersebut mengalami kendala karena pemilik bijih timah tidak bersedia menjual sesuai dengan harga yang ditetapkan dalam RAB PT Timah Tbk melainkan berdasarkan harga pasar saat itu," ujar jaksa.
Untuk menyelesaikan permasalahan itu, para petinggi PT Timah akhirnya membeli bijih timah dengan harga kadar tinggi. Padahal, bijih timah yang didapat berkadar rendah.
Hal itu dapat terjadi karena menggunakan metode kaleng susu alias tidak ada uji laboratorium saat pembelian bijih timah oleh PT Timah. Dari situlah kemudian terdapat kemahalan harga yang dikeluarkan PT Timah.
"Dalam pelaksanaannya PT Timah Tbk membeli bijih timah kadar rendah dengan harga kadar tinggi yang ditambang oleh Penambang Ilegal di dalam Wilayah IUP PT Timah. Di mana Penentuan Tonase Bijih timah yang dibeli menggunakan Metode Kaleng Susu tanpa uji laboratorium," ujar Jaksa.