Selain itu, Dana Indonesia juga telah melakukan blokir terhadap lebih dari 30 ribu akun pengguna dan lebih dari 500 merchant on-us yang terdaftar melalui aplikasi DANA. Tentunya, DANA Indonesia menegaskan bahwa angka ini hanyalah gambaran pada satu waktu tertentu yang akan terus berubah, seiring dengan perkembangan modus judi online.
Pentingnya Kolaborasi dan Upaya Kolektif untuk Berantas Judi Online
DANA percaya pun bahwa penanganan dampak negatif judi online juga memerlukan kolaborasi lintas sektor. Sejalan dengan langkah tersebut, DANA ikut mendukung pemerintah dan regulator dalam menjalankan tugasnya.
Dalam sinergi ini, DANA senantiasa bekerja sama dengan berbagai otoritas lintas sektor, termasuk Kementerian dan Digital (Komdigi), Bank Indonesia (BI), serta Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) guna memastikan unsur-unsur kepatuhan terlaksana.
Hal ini dimulai dari pihak regulator, yang secara tegas perlu membuat kebijakan yang ketat terhadap sirkulasi keuangan digital serta memotong arus peredaran situs-situs judi online. Upaya dari pemerintah bukan hanya soal regulasi, tetapi juga membangun kesadaran kolektif masyarakat.
Tak hanya itu, dengan melakukan kampanye di berbagai platform media sosial dan dukungan dari semua pihak, pemerintah optimis langkah-langkah ini dapat menekan transaksi terkait judi online hingga ke tingkat minimal, sekaligus melindungi masa depan ekonomi digital Indonesia.
PPATK mengapresiasi inisiatif pelaku e-wallet seperti DANA yang aktif dalam mendukung pemberantasan judi online melalui penguatan sistem keamanan dan edukasi pengguna. Langkah ini menunjukkan pentingnya kebersamaan dalam menghadapi ancaman yang merugikan masyarakat dan ekonomi digital Indonesia.
Selain itu, upaya kolektif ini juga perlu untuk diperluas, karena diyakini mampu menekan dampak buruk judi online secara signifikan.
Menurut Deputi Analisis dan Pemeriksaan PPATK Indonesia Danang Tri Hartono, di tahun 2023, deposit masyarakat mencapai 34 triliun, sedangkan untuk tahun 2024 sampai dengan kuartal III besaran mencapai 43 triliun. Transaksi paling besar ini terdapat pada perbankan, e-wallet, dan sekarang bergeser melalui merchant aggregator.
“Puluhan ribu merchant terindikasi judi online, berkamuflase menjadi berbagi merchant. Mereka menggunakan crypto dan valas. Seharusnya, merchant aggregator melakukan CDD dan EDD untuk melakukan antisipasi untuk memotong rantai judi online berkedok merchant,” ujar Danang.
Bank Indonesia (BI) sebagai otoritas yang mengatur sistem pembayaran di Indonesia tentu juga berperan besar dalam memastikan bahwa transaksi digital dilakukan dengan aman dan transparan. BI berkomitmen untuk memperketat pengawasan terhadap transaksi yang mencurigakan, mengingat judi online yang makin marak ini memanfaatkan platform pembayaran digital untuk mempercepat transaksi.
Berdasarkan sumber dana, deposit judi online sebagian besar berasal dari transaksi melalui bank, yang mencapai Rp33,09 triliun dan e-wallet sebesar Rp8,37 triliun. Bahkan, berdasarkan jumlah transaksi pada bank, sebanyak Rp1,20 triliun diantaranya tercatat berasal dari bantuan sosial (bansos).
Oleh karena itu, BI terus berupaya untuk mengimplementasikan kebijakan yang dapat menekan penggunaan sistem pembayaran digital untuk transaksi judi online. Melalui regulasi seperti pengawasan terhadap Penyedia Jasa Sistem Pembayaran, BI memastikan bahwa transaksi yang melibatkan e-wallet dan pembayaran digital tetap dalam jalur yang sah dan aman, tanpa adanya penyalahgunaan untuk kegiatan ilegal seperti judi online.
Uniek Yunia, Kepala Divisi Perizinan SP Ritel DKSP Bank Indonesia menjelaskan bahwa Bank Indonesia turut berperan pada penanganan judi online, yakni melalui Satuan Tugas Pemberantasan Judi Daring dan Desk Penanganan Judi Online yang dibentuk oleh pemerintah bersama dengan beberapa kementerian dan lembaga lainnya.