TRIBUNNEWS.COM, KAIRO - Presiden RI Prabowo Subianto membalas nyinyiran sejumlah pihak yang mempertanyakan jumlah koruptor yang sudah ditangkap di era kepemimpinannya.
Prabowo merasa aneh dengan kritikan tersebut.
Menurut Prabowo, dirinya baru menjabat dua bulan sebagai Presiden RI.
Namun sudah banyak pihak yang menghitung berapa jumlah koruptor yang sudah ditangkap.
Baca juga: Prabowo Berencana Maafkan Koruptor yang Bertobat, Terbebas dari Hukuman Pidana?
"Mereka yang masih meragukan, dua bulan saya memimpin, masih mereka bertanya-tanya, saya sampaikan, sabar sedikit, saya baru menjabat dua bulan. Dua bulan, anda sudah hitung berapa koruptor yang sudah ditangkap," kata Prabowo saat bertemu mahasiswa Indonesia di Universitas Al-Azhar Kairo, Mesir, Rabu (18/12/2024).
Eks Menteri Pertahanan RI itu meminta pihak yang memberikan nyinyiran untuk menunggu pergerakan yang akan dilakukan pemerintahannya.
Prabowo menyatakan penegakan hukum terhadap koruptor yang belakangan ini terjadi masih belum seberapa.
Dia meminta pengkritik menunggu hingga 6 bulan lagi.
"Saudara-saudara sekalian, yang nyinyir sama saya, silakan, kau duduk saja di sebelah situ. Ini belum apa-apa. Ini belum apa-apa. Nanti, 6 bulan lagi baru saudara boleh menilai pemerintah Prabowo Subianto," jelasnya.
Minta Koruptor Kembalikan Uang yang Dicuri
Sebelumnya Prabowo meminta para koruptor untuk mengembalikan apa yang telah mereka curi dari negara.
Jika koruptor mengembalikan apa yang mereka curi, Prabowo menyebut mungkin saja mereka akan dimaafkan.
Hal tersebut disampaikan Prabowo saat bertemu mahasiswa Indonesia di Universitas Al-Azhar Kairo, Mesir, Rabu (18/12/2024).
Baca juga: Pro-Kontra Seruan Prabowo soal Ampuni Koruptor Asal Kembalikan Uang Korupsi
"Saya dalam minggu-minggu ini, bulan-bulan ini, saya dalam rangka memberi kesempatan, memberi kesempatan untuk tobat. Hei para koruptor, atau yang pernah merasa mencuri dari rakyat, kalau kau kembalikan yang kau curi, ya mungkin kita maafkan, tapi kembalikan dong," ujar Prabowo.
Prabowo mengatakan, pemerintah akan memberi kesempatan kepada para koruptor mengembalikan hasil curiannya.
Dia menyebutkan, pengembalian hasil curian bisa dilakukan secara diam-diam supaya tidak ketahuan.
"Nanti kita beri kesempatan. Cara mengembalikannya bisa diam-diam supaya tidak ketahuan. Mengembalikan loh ya, tapi kembalikan," jelasnya.
Lalu, Prabowo menegur para pejabat yang telah menerima fasilitas negara untuk membayar kewajibannya.
Jika mereka taat hukum dan membayar kewajiban maka apa yang terjadi di masa lalu tidak akan diungkit kembali.
"Kemudian hai kalian-kalian yang sudah terima fasilitas dari bangsa dan negara, bayarlah kewajibanmu. Asal kau bayar kewajibanmu, taat kepada hukum, sudah, kita menghadap masa depan, kita tidak mungkin ungkit yang dulu," tegas Prabowo.
Sementara itu, kata Prabowo, jika masih ada pejabat yang bandel maka dirinya akan menegakkan hukum.
Dia turut mengingatkan aparat untuk mengambil sikap tegas, apakah ingin setia kepada bangsa dan rakyat atau dengan pihak lain.
"Kalau setia kepada bangsa, negara, dan rakyat, ayo kalau tidak, percayalah, saya akan bersihkan aparat Republik Indonesia ini. Dan saya yakin dan percaya rakyat Indonesia berada di belakang saya," imbuh Prabowo.
Pernyataan Prabowo Jangan Dipelintir
Dihubungi terpisah, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Habiburokhman menjelaskan pernyataan Prabowo itu ditujukan pada masalah pemulihan aset negara dari para koruptor.
Sebab, pemulihan ini yang kini masih belum maksimal.
"Jadi jangan dipelintir, jangan diframing dengan jahat. Bahwa Pak Prabowo akan membebaskan koruptor, nggak mungkin lah," kata Habiburokhman di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (19/12/2024).
"Jadi tujuan utama dalam pemberantasan korupsi itu at the end adalah pada akhirnya bagaimana maksimalisasi asset recovery. Pengembalian kerugian keuangan negara yang itu selama ini menjadi misteri," jelasnya.
Ketua Komisi III DPR RI itu pun mencontohkan KPK dan Kejagung yang banyak melakukan penegakan tindak pidana korupsi.
Namun, dia mempertanyakan pemulihan aset negara kepada para terpidana korupsi.
"Dulu KPK dipuji-puji memang karena banyak mengungkap melakukan OTT tapi kritikannya banyak. Bahwa dari OTT OTT tersebut barang buktinya kok cuma sedikit katanya, cuma Rp 50 juta cuma Rp 100 juta. Nah asset recoverynya seperti apa," jelasnya.
"Kemudian Kejaksaan Agung awal-awal dipuji ada kasus tindak pidana korupsi dengan dugaan kerugian negara ratusan triliun inget enggak waktu itu. Jiwasraya, Duta Palma, Timah tapi ketika persidangan digelar masyarakat mempertanyakan kok sangat tidak relevan asset recovery pengembalian kekayaan negara dengan pada saat dideclare awal," sambungnya.
Sedangkan anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDIP, Nasyirul Falah Amru menilai usulan Prabowo memaafkan pelaku tindak pidana korupsi perlu dikaji lebih jauh.
Falah menilai sebagai negara hukum, koruptor tetap harus menjalani hukuman.
"Yang paling utama kan yang korupsi dia harus mengembalikan uang dulu, jangan kemudian langsung dikasih ampunan, harus kita usut," kata Falah di kompleks parlemen, Kamis (19/12/2024).
Menurut dia, perlu ada kajian lebih jauh soal usul yang disampaikan Presiden untuk mengampuni koruptor jika mengembalikan kerugian negara.
Meski begitu, Falah menilai usulan tersebut juga baik.
"Tapi kalau sampai ada kebijakan yang lain, ya tentunya nanti kita akan bicarakan lagi. Itu kan sebuah kebijakan yang bagus juga," katanya.
"Kita tetap pada pokok persoalan, namanya koruptor kan tetap harus dihukum, dia harus mengembalikan uang, harus disita, itu kan wajib," imbuh Falah.
Sementara pakar hukum tata negara Universitas Andalas (Unand), Feri Amsari, menilai pernyataan Prabowo itu sebagai sebuah gagasan yang menarik dalam pemberantasan korupsi.
Akan tetapi, lanjutnya, pemerintah perlu mempertimbangkan prinsip keadilan dalam menerapkan gagasan tersebut.
"Problematikanya adalah bagaimana sistematikanya? Apakah itu juga adil bagi publik? Kenapa koruptor lebih banyak diampuninya dibandingkan kasus-kasus yang menyerang rasa keadilan di masyarakat?" ujar Feri kepada wartawan, Kamis (19/12/2024).
Menurutnya, gagasan tersebut juga penting untuk mempertimbangkan efek jera kepada para koruptor.
"Saya pikir itu salah satu langkah yang menarik untuk dipertimbangkan, terutama jika sistemnya benar, ya," kata dia.
"Kalau malah sekadar mengampuni atau memberikan ruang kepada koruptor untuk terus berbuat lagi atau memberikan kekebalan hukum, itu adalah langkah yang salah besar," jelasnya. (tribun
network/igm/fik/dod)