News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

PPN 12 Persen

Mahasiswa akan Turun ke Jalan Protes Kenaikan PPN 12 Persen

Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sejumlah mahasiswa dari Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) melakukan aksi demonstrasi di kawasan Patung Kuda, Monas, Jakarta, Jumat (20/10/2023).

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -  Mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) rencananya akan berunjuk rasa menolak kenaikan pajak pertambahan nasional (PPN) menjadi 12 persen.

“(Kami) akan turun, bahkan jika eskalasi emosional masyarakat meningkat, minggu ini kita turun ke jalan,” kata Koordinator Pusat BEM SI Satria Naufal sebagaimana dikutip dari Kompas.com pada Jumat (20/12/2024) malam.

Satria menekankan pernyataannya sekaligus bentuk kecaman BEM SI terhadap pemerintah, yang mencakup 350 kampus dan tersebar di 14 wilayah di seluruh Indonesia.

“Berapa banyak kampus yang akan menolak, kami sempat internalisasi perihal isu ini, namun kawan-kawan sedang mengkaji di setiap kampus. Kami sedang eksternalisasi untuk mencari mitra strategis dalam eskalasi isu ini,” ungkap Satria.

Terlepas dari itu, Satria menegaskan BEM SI menuntut Presiden Prabowo untuk mengkaji ulang rencana kenaikan PPN tersebut. 

Sebab wacana kenaikan PPN tidak sesuai dengan kondisi ekonomi masyarakat yang belum merata dan sedang tidak stabil.

“Pertimbangannya sudah jelas, pada proses kebijakan PPN naik hingga 12 persen ini tidak diimbangi dengan pendapatan masyarakat yang meningkat, lapangan pekerjaan yang tambah luas,” ujarnya.

Sebelumnya, pemerintah resmi menerapkan tarif PPN 12 persen mulai 1 Januari 2025, sesuai dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2024 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

Kekhawatiran Pengusaha

Sementara itu, Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) memprediksi kenaikan PPN  12 persen pada 1 Januari 2025 akan memicu lonjakan inflasi Indonesia.

Ketua Umum APINDO Shinta Kamdani mengatakan bahwa pihaknya memproyeksikan inflasi pada 2025 terjaga di kisaran 2,5 plus minus 1 persen sesuai dengan target Bank Indonesia.

"Kami memproyeksikan bahwa di 2025 ini kita juga lihat juga Bank Indonesia melakukan substitusi komoditas energi dan mengendalikan produksi pangan melalui program ketahanan pangan," katanya dalam konferensi pers di kantor APINDO, Jakarta Selatan, Kamis (19/12/2024).

Ia mengatakan tekanan inflasi diperkirakan akan meningkat di awal 2025 karena dorongan sejumlah faktor.

Faktor-faktor itu seperti kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) sebesar 6,5 persen dan PPN menjadi 12 persen.

"Jadi ini tekanan inflasi diperkirakan akan juga meningkat di awal tahun didorong oleh sejumlah faktor seperti kita tahu kenaikan UMP, implementasi PPN 12 persen, serta permintaan musiman yang di kuartal 1 yang terkait dengan momentum Ramadan dan Lebaran," ujar Shinta.

Prediksi Inflasi

Prediksi angka inflasi naik pada tahun akibat PPN 12 persen juga diungkap oleh peneliti Center of Industry, Trade, and Investment (INDEF) Ahmad Heri Firdaus.

Ia mengatakan, pada April 2022 ketika PPN naik dari 10 persen ke 11 persen, angka inflasi di bulan tersebut ikut meningkat.

"Ini waktu bulan April 2022 ya ketika terjadi kenaikan PPN dari 10 persen jadi 11 persen ya, dampak yang terjadi pada saat itu adalah inflasi yang terjadi cukup tinggi," katanya dalam diskusi daring bertajuk "PPN Naik, Beban Rakyat Naik", Rabu (20/3/2024).

Saat itu, inflasi pada April 2022 sebesar 0,95 persen. Dibanding periode yang sama pada tahun sebelumnya (Year on Year/YoY), angkanya meningkat 3,47 persen.

Menurut Heri, jika melihat dari apa yang terjadi pada April 2022, ada kemungkinan angka inflasi pada bulan di mana PPN dinaikkan di tahun 2025 bisa lebih tinggi.

"Nah, jadi kira-kira arahnya tuh nanti akan seperti ini ya, di mana nanti inflasi bisa mencapai lebih dari 0,90 persen," katanya.

Kemudian, berdasarkan kelompok pengeluaran, andil inflasi disumbang paling banyak dari kelompok makanan, minuman, dan tembakau. Pada April 2022, kelompok ini menyumbang inflasi sebesar 0,46 persen.

Nantinya ketika PPN naik pada 2025, Heri memandang kelompok makanan, minuman, dan tembakau juga akan menjadi penyumbang utama inflasi di bulan tersebut.

Menurut Heri, hal itu karena sebagian masyarakat, contohnya golongan menengah bawah, 80-90 persen pendapatannya digunakan untuk membeli kelompok makanan, minuman, dan tembakau.

Jika ada kenaikan inflasi yang besar di kelompok makanan, minuman, dan tembakau, Heri menilai akan sangat memukul perekonomian atau daya beli masyarakat menengah ke bawah.

"Nah ini yang terjadi pada 2022. Jadi inflasi tinggi disumbang salah satunya oleh kenaikan PPN dari 10 ke 11 [persen] ya, meskipun memang banyak faktor lain sepanjang tahun 2022," ujarnya.

Adapun Pemerintah telah memutuskan untuk tetap memberlakukan kebijakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen yang mulai berlaku pada 1 Januari 2024.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan, kebijakan tarif PPN 12 persen ini sesuai dengan amanat Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

“Sesuai dengan amanat UU HPP dengan jadwal yang ditentukan tarif PPN akan naik 12 persen per 1 Januari 2025,” kata Airlangga dalam konferensi pers, Senin (16/12/2024).

Airlangga menyampaikan, untuk menjaga daya beli masyarakat pemerintah memberikan stimulus kebijakan ekonomi, yakni bagi rumah tangga berpendapatan rendah PPN ditanggung pemerintah 1 persen atau hanya dikenakan tarif 11 persen saja.

Barang-barang pokok yang dikenakan tarif 11 persen yakni, minyak goreng dengan kemasan Minyakita, tepung terigu, dan gula industri.

“Jadi stimulus ini untuk menjaga daya beli masyarakat terutama untuk kebutuhan pokok dan secara khusus gula industri yang menopang industri pengolahan makanan dan minuman yang peranannya terhadap industri pengolahan cukup tinggi yakni 36,3 persen, juga tetap 11 persen (tarif PPN),” ungkapnya.

Adapun Airlangga menyampaikan, pemerintah juga menerapkan pengecualian objek PPN. 

“Barang-barang yang dibutuhkan masyarakat PPN diberikan fasilitas atau 0 persen. Jadi barang seperti kebutuhan pokok seperti beras, daging, ikan telur, sayur, susu, jasa pendidikan, angkutan umum, seluruhnya bebas PPN,” ucapnya.

Beberapa barang dan jasa tertentu yang diberikan fasilitas bebas PPN meliputi:

1. Barang kebutuhan pokok: beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, garam, daging

2. Telur, susu, buah-buahan, sayur-sayuran, dan gula konsumsi

3. Jasa kesehatan, jasa pendidikan, jasa sosial, jasa asuransi, jasa keuangan, jasa angkutan umum, dan jasa tenaga kerja

4. Vaksin, buku pelajaran dan kitab suci

5. Air bersih (termasuk biaya sambung/pasang dan biaya beban tetap)

6. Listrik (kecuali untuk rumah tangga dengan daya >6600 VA)

7. Rusun sederhana, Rusunami, RS, dan RSS

8. Jasa konstruksi untuk rumah ibadah dan jasa konstruksi untuk bencana nasional

9. Mesin, hasil kelautan perikanan, ternak, bibit/benih, pakan ternak, pakan ikan, bahan pakan, jangat dan kulit mentah, bahan baku kerajinan perak.

10. Minyak bumi, gas bumi (gas melalui pipa, LNG dan CNG) dan panas bumi

11. Emas batangan dan emas granula

12. Senjata/alutsista dan alat foto udara.

Sumber: Kompas.com/Tribunnews.com

 

 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini