TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Festival Noken Tanah Papua yang digelar Kementerian Kebudayaan (Kemenbud) di Sarinah Mal, Jakarta Pusat, berlangsung meriah.
Bahkan kegiatan yang diselenggarakan sebagai bentuk pelestarian Noken itu turut melibatkan partisipasi masyarakat.
Sebagai informasi, Festival Noken digelar selama 3 hari sejak 20 hingga 22 Desember 2024.
Ada berbagai kegiatan dalam Festival Noken, mulai dari fashion show Noken, Pasar Seni serta pameran Noken, pertunjukan musik dan tari Papua, hingga workshop pembuatan Noken dan pemahatan patung khas Papua yang bisa diikuti masyarakat umum.
Noken merupakan tas tradisional asli Papua yang terbuat dari serat kulit kayu, biasanya dari kayu pohon manduam, pohon nawa, atau anggrek hutan. Umumnya noken dibuat oleh wanita Papua.
Penutupan Festival Noken hari ini, Minggu (22/12/2024), dimeriahkan oleh berbagai pertunjukan seni budaya di Anjungan Sarinah.
Seperti penampilan Diva asal Papua, Nowela, band Kaka Black, Nayak Dancer, Black Selection Band, sampai penari dari Suku Kamoro.
Menteri Kebudayaan Fadli Zon dan Wakil Menteri Kebudayaan Giring Ganesha yang hadir bahkan ikut naik ke atas panggung untuk bernyanyi dan berjoget bersama. Wamen Giring pun turut menyumbangkan suaranya dengan menyanyikan lagu ‘Papua Dalam Cinta’.
“Kami berharap melalui kegiatan-kegiatan ini, kita menyemarakan budaya kita, sehingga bisa dirasakan juga oleh masyarakat, terutama di acara-acara publik seperti ini,” kata Fadli Zon.
Penutupan Festival Noken juga disemarakkan dengan flashmob Noken yang digelar saat car free day (CFD) di depan Anjungan Sarinah, tepatnya Jl MH Thamrin.
Berbagai komunitas Papua seperti dari Yayasan Maramowe dan Konopa (Komunitas Noken Papua) mengajak serta warga Jakarta yang sedang melakukan CFD untuk menari bersama.
Tampak terlihat masyarakat mengikuti flashmob dengan semarak, termasuk para anak muda. Ada juga anak-anak kecil yang ikut berdendang ria mengikuti alunan musik khas Papua.
Menurut Fadli Zon, Festival Noken memang digelar Kementerian Kebudayaan untuk memberi pesan kepada masyarakat untuk ikut menjaga dan melestarikan budaya, terutama bagi para generasi muda. Apalagi Noken sudah di-inskripsi oleh UNESCO sebagai Warisan Budaya Takbenda (WBTB) atau Intangible Cultural Heritage (ICH).
“Justru harapannya dari generasi muda, generasi milenial, Gen Z, generasi Alpha, mereka mulai bisa mengapresiasi budaya-budaya Indonesia, karena budaya kita ini sangat kaya. Kalau bukan kita yang mengapresiasi, siapa lagi?” tuturnya.
Penutupan Festival Noken digelar bersamaan dengan pawai budaya oleh Kementerian Kebudayaan untuk menyambut 3 WBTb Indonesia yang baru saja di-inskripsi oleh UNESCO awal Desember lalu yakni Kebaya, pertunjukan Reog Ponorogo dan alat musik tradisional Kolintang. Dengan demikian, Indonesia kini memiliki 16 WBTb yang sudah di-inskripsi oleh UNESCO.
Dalam pawai budaya dari area Monas hingga Sarinah tersebut, Kementerian Kebudayaan melibatkan berbagai elemen masyarakat seperti komunitas pecinta Kebaya, pegiat budaya Reog Ponorogo se-Jabodetabek, komunitas Kolintang, komunitas Pencak Silat, hingga anak-anak sekolah, termasuk anak TK dan SD.
Kegiatan pawai kebaya dan kirab Reog Ponorogo tersebut bahkan mendapatkan Rekor MURI (Museum Rekor Indonesia) untuk jumlah peserta kebaya terbanyak dalam pawai lintas generasi. Setidaknya, ada 2.000 peserta pawai kebaya dalam acara ini.
"Ini sebuah prestasi kita juga, sekaligus tantangan untuk melestarikan, mengembangkan, dan memanfaatkan warisan budaya ke depannya," sebut Fadli.
Untuk Festival Noken, Kementerian Kebudayaan bekerja sama dengan Pemda Papua Barat, Papua Barat Daya, Papua Tengah, Papua Pegunungan, Papua Selatan, dan berbagai komunitas pegiat maupun pelestari seni budaya Papua.
Tak hanya memperlihatkan Noken asli Papua yang sudah jadi dan bisa dibeli, Festival Noken pun membuat masyarakat bisa melihat secara dekat bagaimana wanita Papua atau mama-mama Papua membuat karya budaya tersebut. Sejumlah workshop digelar di mana masyarakat bisa belajar pembuatan Noken dari mama-mama Papua.
Kegiatan itu menjadi bentuk edukasi nyata yang sangat bermanfaat bagi masyarakat secara umum. Menurut Fadli Zon, hal ini merupakan bagian dari upaya Kementerian Kebudayaan dalam melestarikan, mengembangkan, dan memanfaatkan budaya Noken sekaligus memberi pesan tentang keberlanjutan dan kesadaran ekologis.
“Melalui Festival Noken Tanah Papua, kami berupaya menjadikan Noken simbol budaya yang adaptif dan berkelanjutan,” ungkap mantan Wakil Ketua DPR RI itu.
"Kami punya kewajiban untuk terus melestarikan, mengembangkan, dan memanfaatkan budaya. Jadi Insya Allah saya kira ke depan dengan kehadiran Kementerian Kebudayaan, budaya kita akan semakin semarak, semakin banyak orang Indonesia yang mencintai budaya Indonesia," tambahnya.
Fadli Zon juga mengajak daerah-daerah mempromosikan budayanya masing-masing, khususnya di momen Natal dan Tahun Baru karena banyak masyarakat yang memanfaatkan libur panjang akhir tahun dengan berwisata. Pelestarian dan promosi budaya dinilai penting agar masyarakat tetap memiliki jati diri Indonesia di tengah era globalisasi dan gempuran budaya asing.
“Saya kira ini kesempatan juga atau momentum yang baik untuk menyajikan, untuk memperkenalkan, menyemarakan kembali budaya kita masing-masing, sehingga kita bisa menjadikan budaya kita ini milik kita sendiri, dan juga bisa menjadi bagian dari hiburan,” urai Fadli.
Sementara itu Ketua Tim Kerja Festival Noken, Yusmawati menyebut Kementerian Kebudayaan sengaja menggelar kegiatan tersebut di pusat kota Jakarta. Hal ini demi semakin memperkenalkan Noken kepada masyarakat sebagai bentuk pelestarian kebudayaan.
Apalagi Noken saat ini masuk dalam daftar WBTb yang membutuhkan perlindungan mendesak (List of Intangible Cultural Heritage in Need of Urgent Safeguarding) dari UNESCO karena terancam punah akibat tergantinya material alam dengan benang sintetis, hingga ancaman hilangnya warisan pengetahuan dan tradisi pembuatannya.
“Jadi, kami sangat berharap pelestarian Noken harus terjaga. Kita bawa teman-teman dari Papua sebagai influencer karena kita ingin menyampaikan bahwa Noken ini bukan hanya milik orang Papua saja, bahwa Noken adalah milik kita semua,” jelas Yusmawati.
“Kita ingin juga Noken ada di tempat lain, termasuk di Jakarta, makanya kita selenggarakan di Sarinah yang dikenal sebagai pusat model dan fashion, pusatnya perbelanjaan, karena kita ingin kelestarian Noken tetap ada,” imbuhnya.
Yusmawati menambahkan, Kementerian Kebudayaan turut mengajak komunitas anak muda pecinta Noken pada festival ini.
Seperti Konopa, komunitas anak muda Papua yang punya minat besar pada pemberdayaan dan pengembangan Noken.
“Kami mengajak generasi muda ikut melestarikan Noken, bukan hanya anak-anak yang berada di Papua. Kami juga berharap mama-mama Papua yang ikut di kegiatan ini bisa menularkan kepada semua anak Indonesia karena Noken sudah di-inskripsi UNESCO sehingga menjadi milik bersama, menjadi milik dunia,” kata Yusmawati.
Festival Noken yang digelar di Sarinah ini mendapat sambungan hangat dari masyarakat. Seorang warga Kebon Sirih, Jakarta Pusat, bernama Ayu Carolena mengaku datang ke Sarinah secara khusus untuk melihat Festival Noken.
“Ini sangat luar biasa. Apalagi dari Papua langsung. Saya sengaja ke sini untuk beli Noken, sekaligus memeriahkan acara ini,” ucap Ayu.
Kemudian warga bernama Febri yang berkesempatan mengikuti workshop memahat patung yang diajarkan langsung oleh masyarakat Papua menyatakan sangat mengapresiasi kegiatan promosi dan pelestarian budaya seperti Festival Noken.
“Acaranya seru banget, jadi bisa belajar tentang beberapa culture Papua. Tadi ikut workshop gimana cara memahat, ternyata nggak segampang yang kita lihat. Tapi seru banget,” ungkap Febri.