"Saat ini yang dihadapi bukanlah Hasto Kristiyanto sebagai pribadi, tapi beliau adalah Sekjen PDI Perjuangan, jadi ini benar-benar upaya politisasi dan kriminalisasi," pungkasnya.
KPK Bantah Penetapan Tersangka Hasto Bentuk Politisasi
Sementara itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membantah pernyataan yang menyebut bahwa penetapan tersangka Hasto sebagai bentuk politisasi, apalagi untuk mengganggu jalannya Kongres VI PDIP.
Ketua KPK, Setyo Budiyanto memastikan bahwa penetapan Hasto sebagai tersangka merupakan murni penegakan hukum.
"Apakah penetapan ini ada politisasi? Ini sama jawabannya, murni penegakan hukum."
"Kemudian di kongres ada pihak-pihak yang akan mengganggu, selama ini ya, kami pimpinan, sama sekali tidak ada informasi, masukan, dan lain-lain, terkait masalah kongres atau segala macam," kata Setyo di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa.
Setyo mengatakan, proses ekspose atau gelar perkara terhadap perkara Hasto dihadiri oleh lima pimpinan, pada Jumat, 20 Desember 2024.
Selain lima pimpinan lengkap, seluruh direktorat dari Kedeputian Penindakan dan Eksekusi juga hadir secara lengkap.
"Sehingga menurut saya keputusannya diambil secara akurat dan itulah yang menjadi sprindik (surat perintah penyidikan) tersebut," kata Setyo.
Sebelumnya, Hasto ditetapkan tersangka dalam kasus dugaan suap pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR yang melibatkan Harun Masiku.
Sebagai informasi, Harun Masiku merupakan politikus PDIP dan eks calon legislatif partai yang menjadi tersangka kasus suap tersebut.
Dalam hal ini, KPK menduga bahwa Hasto bersama Harun Masiku memberi suap kepada Wahyu Setiawan yang saat itu menjabat sebagai Komisioner KPU RI.
Surat perintah penyidikan atau sprindik penetapan Hasto sebagai tersangka bertanggal pada 23 Desember 2024.
Lalu, penetapan Hasto sebagai tersangka dilakukan setelah ekspose perkara pada 20 Desember 2024 atau setelah pimpinan baru KPK mengucapkan sumpah jabatan di hadapan Presiden Prabowo Subianto.
Berdasarkan surat yang diterima Tribunnews, dalam kasus ini, Hasto dijerat Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.