News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Hasto Kristiyanto dan Kasusnya

Mengapa Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto Rela Biayai Suap Harun Masiku, Apa Kepentingannya?

Penulis: Muhammad Zulfikar
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Harun Masiku (kiri) dan Hasto Kristiyanto (kanan). Ketua KPK Setyo Budiyanto mengatakan uang suap yang diberikan Harun Masiku kepada eks Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan sebagian uangnya berasal dari Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua KPK Setyo Budiyanto mengatakan uang suap yang diberikan Harun Masiku kepada eks Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan sebagian uangnya berasal dari Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto.

"Dari proses pengembangan penyidikan, ditemukan bukti petunjuk bahwa sebagian uang yang digunakan untuk menyuap Saudara Wahyu berasal dari Saudara HK (Hasto Kristiyanto)," kata Setyo dalam jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (24/12/2024).

Baca juga: Hasto Ditetapkan Sebagai Tersangka, Guru Besar Hukum: KPK Harus Lebih Bernyali Ungkap Kasus Besar

Dalam perkara sebelumnya, KPK telah menetapkan empat orang sebagai tersangka, yakni Harun Masiku; Wahyu Setiawan; eks Anggota Bawaslu yang juga orang kepercayaan Wahyu, Agustiani Tio Fridelina; dan politikus PDIP Saeful Bahri.

Harun Masiku dan Saeful berperan sebagai pemberi suap.

Baca juga: Pengacara Bantah Hasto Beri Uang ke Wahyu Setiawan: Tak Tertuang dalam Putusan Eks Komisioner KPU

Sedangkan Wahyu Setiawan dan Agustiani sebagai penerima suap.

Wahyu, Agustiani, serta Saeful telah menjalani hukuman.

Sementara, Harun Masiku masih berstatus DPO (Daftar Pencarian Orang).

Setyo mengatakan, Hasto menempatkan Harun Masiku pada Dapil 1 Sumsel, padahal Harun berasal dari Provinsi Sulawesi Selatan.

Dalam proses pemilihan legislatif tahun 2019, ternyata Harun Masiku hanya mendapatkan suara sebanyak 5.878. 

Sedangkan caleg atas nama Riezky Aprilia mendapatkan suara sebanyak 44.402.

Seharusnya yang memperoleh suara dari Nazarudin Kiemas yang dinyatakan meninggal dunia adalah Riezky Aprilia. 

Namun, ada upaya dari Hasto untuk memenangkan Harun Masiku melalui dua cara.

Yaitu, pertama Hasto mengajukan Judicial Review (JR) kepada Mahkamah Agung (MA) tanggal 24 juni 2019. Kedua, Hasto menandatangani surat nomor: 2576/ex/dpp/viü/2019 tanggal 5 Agustus 2019 perihal permohonan pelaksanaan putusan JR.

"Namun setelah ada putusan dari Mahkamah Agung, KPU tidak mau melaksanakan putusan tersebut. Oleh sebab itu, Saudara HK meminta fatwa kepada MA," kata Setyo.
 
Selain upaya-upaya tersebut, Hasto secara pararel mengupayakan agar Riezky mau mengundurkan diri untuk diganti Harun Masiku.

Baca juga: PDIP Respons KPK Cegah Hasto Kristiyanto dan Yasonna Laoly ke Luar Negeri: Kami Akan Ikuti Ketentuan

Namun, upaya tersebut ditolak Riezky Aprilia.

Hasto juga pernah memerintahkan Saeful Bahri untuk menemui Riezky Aprilia di Singapura dan meminta mundur.

Namun, hal tersebut juga ditolak Riezky.

"Bahkan surat undangan pelantikan sebagai anggota DPR RI atas nama Riezky Aprilia ditahan saudara HK dan meminta Saudara Riezky untuk mundur setelah pelantikan," ujar Setyo.

"Oleh karenanya upaya-upaya tersebut belum berhasil, maka Saudara HK bekerja sama dengan Saudara Harun Masiku, Saudara Saeful Bahri, dan Saudara DTI melakukan penyuapan kepada Saudara Wahyu Setiawan dan Saudari Agustinus Tio F. Di mana diketahui Saudara Wahyu merupakan kader PDI Perjuangan yang menjadi komisioner di KPU," kata Setyo.

Pada tanggal 31 Agustus 2019, Hasto menemui Wahyu Setiawan untuk memenuhi dua usulan yang diajukan oleh DPP, yaitu Maria Lestari dari Dapil 1 Kalbar dan Harun Masiku dari Dapil 1 Sumsel.

Setyo menyebut, dalam proses perencanaan sampai dengan penyerahan uang, Hasto mengatur dan mengendalikan Saeful Bahri dan Donny Tri Istiqomah dalam memberikan suap kepada Wahyu Setiawan.

Hasto juga disebut mengatur dan mengendalikan Donny untuk menyusun kajian hukum pelaksanaan putusan MA No.57PIHUM2019 tanggal 5 Agustus 2019 dan surat permohonan pelaksanaan permohonan fatwa MA ke KPU.

Setyo turut menyebut bahwa Hasto mengatur dan mengendalikan Donny untuk melobi Wahyu Setiawan agar dapat menetapkan Harun Masiku sebagai anggota DPR RI terpilih dari Dapil 1 Sumsel.
 
Hasto juga diduga mengatur dan mengendalikan Donny untuk aktif mengambil dan mengantarkan uang suap untuk diserahkan kepada Wahyu Setiawan melalui Agustiani.
 
"Saudara HK bersama-sama dengan Saudara Harun Masiku, Saudara Saeful Bahri, dan Saudara DTI melakukan penyuapan terhadap Saudara Wahyu Setiawan dan Saudari Agustina Tio Fridelina sebesar 19.000 dolar Singapura dan 38.350 dolar Singapura pada periode 16 Desember 2019 sampai dengan 23 Desember 2019 agar Saudara Harun Masiku dapat ditetapkan sebagai anggota DPR RI periode 2019–2024 dari Dapil 1 Sumsel," kata Setyo.

Berdasarkan sumber Tribunnews yang mengetahui perkara ini, Hasto ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan surat perintah penyidikan (sprindik) Nomor Sprin. Dik/ -153 /DIK.00/01/12/2024, tanggal 23 Desember 2024.

Masih berdasarkan sumber tersebut, ekspose atau gelar perkara terhadap Hasto Kristiyanto dilakukan pimpinan KPK pada Jumat (20/12/2024) pekan lalu.

Dalam surat yang diterima Tribunnews, Hasto Kristiyanto dijerat menggunakan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Baca juga: Hasto Ternyata Masuk Radar KPK sejak 2020, Pernah Dibuntuti, tapi Penyidik Kehilangan Jejak

Hasto Kristiyanto Suruh Harun Masiku Rendam HP

Dalam kronologi perkara yang disampaikan KPK dalam jumpa pers pada hari ini, Selasa (24/12/2024), disebutkan bahwa Hasto meminta Harun Masiku untuk merendam handphone (HP) dan melarikan diri.

Peristiwa itu terjadi pada 8 Januari 2020.

Di hari itu, KPK sedang melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap eks Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan dan dua orang lainnya.

"Pada tanggal 8 Januari 2020 pada saat proses tangkap tangan KPK, Saudara HK memerintahkan Nur Hasan (penjaga rumah aspirasi JI. Sutan Syahrir Nomor 12 A yang biasa digunakan sebagai kantor oleh Saudara HK) untuk menelepon Harun Masiku supaya merendam HP-nya dalam air dan segera melarikan diri," kata Ketua KPK Setyo Budiyanto di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan.

Empat tahun kemudian tepatnya pada 6 Juni 2024, kata Setyo, Hasto memerintahkan Kusnadi selaku stafnya untuk menenggelamkan HP yang dalam penguasaan Kusnadi agar tidak ditemukan oleh KPK.

Itu terjadi sebelum Hasto diperiksa sebagai saksi dalam kasus Harun Masiku.

Selain itu, Hasto juga disebut KPK mengumpulkan beberapa saksi terkait dengan perkara Harun Masiku dan mengarahkan agar saksi tidak memberikan keterangan yang sebenarnya.
 
"Atas perbuatan Saudara HK tersebut KPK mengeluarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor Sprin.Dik/ 152/DIK.00/01/12/2024, tanggal 23 Desember 2024 dengan uraian penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh tersangka Hasto Kristiyanto dan kawan kawan yaitu dengan sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi terkait penetapan anggota DPR RI terpilih 2019–2024 yang dilakukan oleh tersangka Harun Masiku," kata Setyo.

Selain kasus perintangan penyidikan, KPK juga menjerat Hasto sebagai tersangka kasus dugaan suap pengurusan Pergantian Antarwaktu (PAW) anggota DPR.

Hasto bersama-sama Harun Masiku diduga menyuap Wahyu Setiawan.

Baca juga: Pakar Sebut Terungkapnya Peran Hasto di Kasus Harun Masiku Tak Terlepas Dari Ponsel yang Disita KPK

Pengacara Bantah

Pengacara Hasto Kristiyanto, Alvon Kurnia Palma membantah pernyataan Komisi Pemberantasan Korupsi yang menyebut kliennya memberikan uang kepada eks Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Wahyu Setiawan terkait kasus dugaan suap pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024, Harun Masiku.

Alvon mengatakan hal tersebut tidak tertulis pada putusan vonis terhadap Wahyu Setiawan yang tertuang dalam putusan Nomor 28 Tahun 2020.

Berdasarkan temuan tersebut, Alvon menilai penetapan tersangka terhadap Hasto terkesan dipaksakan oleh KPK.

"Kami sebenarnya melihat beberapa indikasi bahwa ini (penetapan tersangka) dipaksakan."

"Pertama, di dalam putusan (vonis) Wahyu Setiawan Nomor 28 Tahun 2020, itu tidak ada bukti itu uang dari Hasto Kristiyanto. Itu dalam pertimbangan putusan halaman 160-161," katanya dikutip dari YouTube Kompas.com, Rabu (25/12/2024).

Selain itu, Alvon juga menyoroti terkait penetapan tersangka terhadap Hasto yang menurutnya terkesan sangat cepat.

Dia mengatakan seharusnya Surat Perintah Penyidikan (sprindik) diterima terlebih dahulu oleh Hasto sebelum ditetapkan menjadi tersangka.

"Mestinya, itu kan ada di sini penetapan tersangkanya. Dulu, sprindik dulu baru penetapan tersangka karena itu tidak ditemukan," jelasnya.

Kendati demikian, Alvon menegaskan Hasto akan kooperatif untuk menjalani proses hukum usai ditetapkan menjadi tersangka oleh lembaga antirasuah.

"Ya beliau akan kooperatif karena ini kan negara hukum kan, oleh sebab itu makanya prinsip-prinsip hukum seperti fair trial harus dikedepankan," ucap Alvon.

 

 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini