News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Korupsi di PT Timah

Pengamat Soroti Potensi Ketidakpastian Hukum terkait Vonis Harvey Moeis Cs di Kasus Korupsi Timah

Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Dewi Agustina
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Terdakwa kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah tahun 2015-2022 Harvey Moeis mengenakan rompi tahanan berjalan meninggalkan ruang sidang usai menjalani sidang putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (23/12/2024). Harvey Moeis divonis dengan pidana 6 tahun dan 6 bulan penjara dan denda sebesar Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan. Menurut hakim ketua, Harvey Moeis terbukti melakukan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan tata niaga komoditas timah dan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Vonis ini lebih ringan daripada tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) kasus dugaan korupsi timah terhadap Harvey Moeis yakni selama 12 tahun. Tribunnews/Jeprima

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Eksekutif Center for Energy Security Studies (CESS) Ali Ahmudi Achyak menyoroti adanya ketidakpastian hukum yang mencuat dalam vonis sidang kasus dugaan korupsi tata niaga timah dengan terdakwa Harvey Moeis Cs.

Hal ini lantaran dampak lingkungan dari kegiatan pertambangan dihitung sebagai kerugian negara dan dijadikan dasar tindak pidana korupsi.

Baca juga: Harvey Moeis Divonis 6,5 Tahun Bui dan Denda Rp 1 Miliar di Kasus Korupsi Timah

Berkaca dari ini, Ali menegaskan kepastian hukum adalah kebutuhan utama bagi pelaku bisnis, termasuk di sektor tambang. 

"Hal yang paling sulit di negeri ini adalah kepastian hukum. Padahal, hal yang paling dibutuhkan oleh pelaku bisnis adalah kepastian hukum. Hal ini memunculkan kontradiksi dan berpotensi memunculkan ketidakpastian bisnis di Indonesia," ujar Ali kepada wartawan, Selasa (24/12/2024).

Ia menjelaskan dalam bisnis tambang sudah diatur ketentuan dalam dokumen Izin Usaha Pertambangan (IUP). 

Ketentuan ini semestinya dijadikan dasar oleh pemerintah dalam penegakan hukum.

Perusahaan pemegang IUP memiliki tanggung jawab atas dampak lingkungan yang terjadi dengan melakukan penghijauan kembali atau pengelolaan lahan pasca tambang. 

"Dalam bisnis tambang, sebenarnya sudah ada aturan jelas dalam IUP/IUPK. Tinggal pemerintah menegakkannya dan memberikan keadilan yang sama kepada para pelanggarnya," tambah Ali.  

Ia pun mewanti-wanti, jika ketidakpastian hukum ini berlanjut, maka tak menutup adanya potensi gangguan iklim investasi dalam negeri, di tengah upaya pemerintah era Presiden Prabowo Subianto sedang gencar mendorong hilirisasi sektor energi dan menetapkan target pertumbuhan ekonomi 8 persen.

Baca juga: Gestur Tubuh Harvey Moeis Berubah saat Hakim Eko Vonis 6,5 Tahun Penjara, Sempat Tundukkan Kepala

"Ketidakadilan dan ketidakpastian hukum ini jelas akan mengganggu iklim investasi usaha ke depan, termasuk sektor pertambangan yang sangat sensitif terhadap masalah hukum," katanya.

Pola Perhitungan Kerugian Negara Bentuk Ancaman bagi Para Pelaku Usaha Tambang

Terpisah, Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi Pertambangan (Pushep) Bisman Bakhtiar mengatakan, pola perhitungan kerugian negara dalam kasus PT Timah jadi bentuk ancaman bagi para pelaku usaha tambang. 

Sebab mereka berpotensi dijerat dengan dalih yang sama.

"Pola perhitungan kerugian negara dalam kasus korupsi timah ini akan menjadi ancaman bagi pelaku usaha tambang. Mereka pun potensial bisa dijerat dengan dalih yang serupa," kata Bisman.  

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini