TRIBUNNEWS.COM - Kamar Dagang dan Industri (KADIN) meminta agar kerugian materi sebesar Rp 2,5 miliar yang dialami 45 Warga Negara Malaysia segera dikembalikan.
Kerugian itu buntut dugaan pemerasan yang dilakukan oleh para oknum polisi terhadap penonton asal Malaysia di Festival musik tahunan Djakarta Warehouse Project (DWP) 2024 di JIEXpo Kemayoran, Jakarta Pusat.
Kasus ini memicu gelombang protes di media sosial, bahkan seruan boikot terhadap festival musik EDM terbesar di Asia Tenggara tersebut.
Waketum Bidang Penyelenggara Acara KADIN, Ria Yusnita, berharap agar barang bukti yang terkait dengan kasus pemerasan WNA di DWP ini dapat segera dikembalikan.
Menurutnya, hal ini menunjukkan adanya upaya penegakan hukum yang nyata, sehingga tidak ada tindakan yang dibiarkan begitu saja oleh Indonesia.
"Dan harapannya, barang bukti ini bisa dikembalikan, kita bisa melihat bahwa ada upaya penegakan hukum, jadi tidak dibiarkan saja oleh Indonesia."
"Sehingga kita berharap, upaya-upaya boikot dan tidak mau hadir lagi itu bisa sirna dengan upaya penegakan hukum ini, " kata Waketum Bidang Penyelenggara Acara KADIN, Ria Yusnita, dalam program Kompas Pagi, dikutip Kamis (26/12/2024).
Ria mengungkapkan kekhawatirannya terkait dampak dari insiden ini terhadap event musik dan seni internasional yang akan berlangsung.
Meski demikian, ia memberikan apresiasi terhadap langkah cepat yang diambil oleh Polri untuk menyelesaikan masalah ini.
"Kita khawatir ini akan berdampak pada event-event musik dan seni internasional, tapi ya kita patut mengapresiasi langkah cepat yang dilakukan Polri," ujarnya.
Pelaku Pemerasan DWP Dibagi Dua Klaster
Baca juga: Temuan Propam soal 18 Polisi Peras WN Malaysia saat DWP: Ada Rekening Penampung, Barbuk Rp2,5 M
Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) mengawasi penanganan kasus dugaan pemerasan yang dilakukan 18 polisi terhadap penonton Malaysia ini.
Dalam hal ini, Kompolnas mengungkap ada dua klaster terkait peran dalam aksi pemerasan tersebut.
Klaster pertama yakni pihak yang memberi perintah.
"Biar agak membuka sedikit. Kalau pertanyaannya siapa pelakunya? Ada struktur yang memang bisa menggerakkan orang," kata Komisioner Kompolnas Chairul Anam kepada wartawan, Rabu (25/12/2024).
Selanjutnya, Anam mengatakan klaster kedua sendiri yakni para pelaku yang bertugas melakukan pemerasan terhadap korban di lapangan.
"Struktur pertanggung jawaban jadi sangat penting dalam konteks peristiwa ini. Siapa yang akan bertanggung jawab dan siapa yang akan mendapatkan sanksi," tuturnya.
"Yang paling bertanggung jawab dan paling substansial dalam peristiwa tersebut ya dia harus mendapatkan hukuman yang paling berat," sambungnya.
(Tribunnews.com/Milani/ Abdi Ryanda)