Mekanisme terkait denda damai itu, kata Mahfud juga sudah jelas dibuat oleh instansi terkait.
Mekanisme tersebut, lanjut dia, Kementerian Keuangan meminta izin kepada Kejaksaan Agung tidak secara diam-diam.
"Nah sekarang dinaikkan kewenangan ini Jaksa Agung boleh menerapkan denda damai tanpa usul dari instansi terkait. Tetapi itu tetap tindak pidana ekonomi, yaitu untuk kepabeanan, untuk pajak, dan untuk bea cukai. Itu diatur di dalam pasal 35 undang-undang kejaksaan agung yang terbaru," ujar Mahfud.
"Dan itu jelas di dalam pasal 35 dan penjelasannya itu hanya untuk tindak pidana ekonomi tertentu. Korupsi enggak masuk. Oleh sebab itu, menyongsong tahun baru ini, mari ke depannya jangan suka cari-cari pasal untuk pembenaran. Itu bahaya nanti setiap ucapan presiden dicarikan dalil untuk membenarkan itu tidak bagus cara kita bernegara," ucapnya.
Pernyataan Menteri Hukum
Diberitakan sebelumnya, Menteri Hukum Supratman Andi Agtas mengatakan pelaku tindak pidana korupsi atau koruptor tidak serta merta mendapatkan amnesti ataupun grasi.
Supratman menjelaskan meski Presiden RI Prabowo Subianto memiliki hak untuk memberikan grasi kepada koruptor, tetapi hal itu tetap melalui proses pengawasan Mahkamah Agung (MA).
Sedangkan terkait amnesti, tetap melalui proses pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
"Kalau melakukan grasi wajib minta pertimbangan ke MA. Sedangkan untuk amnesti, itu ke DPR. Artinya, perlu ada yang mengawasi sehingga adanya pertimbangan dari kedua institusi," kata dia dalam keterangannya pada Kamis (26/12/2024).
Supratman juga menerangkan pemerintah Indonesia akan mengupayakan hukuman yang maksimal bagi koruptor.
Pemerintah juga menekankan aspek pemulihan aset dalam kasus tindak pidana korupsi.
"Pemberian pengampunan bukan dalam rangka membiarkan pelaku tindak pidana korupsi bisa terbebas. Sama sekali tidak. Karena yang paling penting, bagi pemerintah dan rakyat Indonesia, adalah bagaimana asset recovery itu bisa berjalan," ungkapnya.
"Kemudian kalau asset recovery-nya bisa baik, pengembalian kerugian negara itu bisa maksimal. Presiden sama sekali tidak menganggap (pengampunan koruptor) dilakukan serta merta," kata Supratman.
Dia juga mengungkapkan pemberian pengampunan kepada koruptor maupun pelaku kejahatan lainnya adalah hak kekuasaan yudikatif.
Akan tetapi, lanjut dia, Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) memberikan hak konstitusional kepada presiden untuk memiliki kekuasaan yudisial tersebut.