Merespons pernyataan Megawati, Jokowi kala itu hanya tersenyum.
Tak hanya itu, Megawati juga berkali-kali menegaskan jika Jokowi adalah petugas partai.
Namun, anggapan itu justru dinilai sebagai bentuk penghinaan terhadap Jokowi yang merupakan Presiden RI.
Menurut Megawati, wajar Jokowi disebut petugas partai karena dirinya lah yang pertama kali mencalonkan Jokowi sebagai capres di Pilpres 2014 dan 2019.
Hubungan antara Jokowi dan PDIP berubah menjadi rival dalam Pilpres dan Pilkada 2024.
Dimana pada Pilpres 2024, Ganjar Pranowo yang merupakan kader PDIP kalah oleh pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Sebagai partai pemenang, PDIP tentu berharap Jokowi selaku presiden dari partai, serta Gibran dan Bobby yang menjadi kepala daerah serta kader PDIP ikut mendukung serta memenangkan pasangan Ganjar-Mahfud.
Namun, Gibran justru menerima pinangan Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto untuk menjadi cawapres.
Pencalonan Gibran sebagai cawapres pun diwarnai dengan campur tangan Mahkamah Konstitusi yang dipimpin pamannya, Anwar Usman.
Dimana, Anwar mengubah syarat minimal usia kandidat di pilpres.
Padahal, saat itu Gibran belum cukup umur sebagai calon wakil presiden.
Meski tidak secara terang-terangan, Jokowi dianggap ikut cawe-cawe mendukung langkah politik anak sulungnya sebagai cawapres.
Megawati bahkan sempat menyinggung jika langkah cawe-cawe Jokowi ini buntut tak direstuinya perpanjangan masa jabatan Presiden hingga perubahan masa jabatan Presiden menjadi 3 periode.
Padahal, saat itu hampir sejumlah partai politik di parlemen disebut-sebut mendukung langkah Presiden 3 periode.