"Kemudian menandatangani surat nomor 2576 tertanggal 5 Agustus 2019 perihal permohonan pelaksanaan putusan judicial review," kata Setyo.
"Setelah ada putusan dari MA, KPU tidak mau untuk melaksanakan putusan tersebut. Oleh sebab itu, saudara HK meminta fatwa kepada MA," sambungnya.
Hasto juga berupaya dengan meminta Riezky mengundurkan diri dan diganti oleh Harun Masiku menggantikan Nazarudin yang meninggal dunia.
Namun, kata Setyo, permintaan Hasto itu ditolak oleh Riezky.
Kemudian, Hasto juga berupaya dengan memerintahkan kader PDIP, Saiful Bahri ke Singapura agar Riezky mau mundur tetapi berujung penolakan serupa.
Upaya selanjutnya yang dilakukan Hasto adalah menahan surat undangan pelantikan anggota DPR yang ditujukan kepada Riezky.
"Bahkan surat undangan pelantikan anggota DPR RI atas nama Riezky Aprilia ditahan oleh Saudara HK dan meminta Saudari Riezky mundur setelah pelantikan," jelas Setyo.
Setyo menyebut upaya selanjutnya yang dilakukan Hasto adalah menyuap Komisioner KPU saat itu, Wahyu Setiawan dan anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Agustiani Tio Fridelina.
"Di mana Wahyu merupakan kader dari partai yang menjadi komisioner di KPU," jelas Setyo.
Setyo lanjut menjelaskan, Hasto lalu bertemu dengan Wahyu Setiawan pada 31 Agustus 2019.
Kemudian, berdasarkan penyelidikan, Setyo menyebut uang yang digunakan untuk menyuap Wahyu dari Hasto.
"Bahwa dalam proses perencanaan sampai proses penyerahan, uang tersebut Saudara HK mengatur dan mengendalikan Saudara Saiful Bahri dan DTI dalam memberikan suap kepada komisioner KPU, Wahyu Setiawan," tuturnya.
Baca juga: Profil AKBP Malvino Edward yang Dicopot Jabatannya, Prestasi Gemilang Rusak Gegara Pemerasan di DWP
Hasto juga memiliki peran mengendalikan DTI untuk menyusun kajian hukum pelaksanaan putusan MA dan surat pelaksanaan fatwa MA kepada KPU.
Selain itu, Hasto juga meminta DTI untuk melobi anggota KPU agar bisa menetapkan Harun Masiku sebagai anggota DPR.