"Rencana menaikkan kembali PPN merupakan kebijakan yang akan memperdalam kesulitasn masyarakat. Sebab harga berbagai jenis barang kebutuhan, seperti sabun mandi hingga Bahan Bakar Minyak (BBM) akan naik."
"Padahal keadaan ekonomi masyarakat beelum juga hinggap di posisi yang baik," demikian tertulis dalam petisi tersebut.
Petisi tersebut juga menyoroti terkait kenaikan PPN yang turut mempengaruhi daya beli masyarakat yang tidak diimbangi dengan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) yang setara.
"Naiknya PPN yang juga akan membuat harga barang ikut naik sangat mempengaruhi daya beli. Kita tentu sudah pasti ingat, sejak bulan Mei 2024, daya beli masyarakat terus merosot."
"Kalau PPN terus dipaksakan naik, niscaya daya beli bukan lagi merosot, melainkan terjun bebas," tulisnya.
Kenaikan PPN pun dianggap semakin membuka peluang masyarakat untuk berhutang lewat pinjaman online (pinjol) untuk memenuhi kebutuhannya.
Hingga Senin (30/12/2024) pukul 07.26 WIB, petisi tersebut sudah ditandatangani oleh 199.477 orang.
Mahasiswa Turun ke Jalan, Tolak PPN Naik
Selain lewat petisi, penolakan kenaikan PPN menjadi 12 persen juga dilakukan aliansi mahasiswa dari BEM Seluruh Indonesia (BEM SI) dengan turun ke jalan melakukan unjuk rasa di Patung Arjuna Wijaya, Gambir, Jakarta Pusat, pada Jumat (27/12/2024).
Beberapa BEM seperti dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ), KBM STEI SEBI, dan Politeknik Negeri Media Kreatif melakukan aksi unjuk rasa dengan mengenakan almamater masing-masing dan membawa bendera bergambar identitas kampus mereka.
"Utangmu urusanmu. Utang negara ya urusanmu," bunyi salah satu poster yang bergambarkan siluet menyerupai Sri Mulyani.
Selain itu, poster lain bertuliskan 'Pajak naik, rakyat tercekik' dan 'Agama minta cuma 2,5 persen, negara minta 12 persen' turut terpampang.
Salah satu orator juga menyampaikan aspirasi terkait dampak negatif bagi masyarakat buntut naiknya PPN menjadi 12 persen.
"PPN 12 persen ini dirasa sangat merugikan rakyat, terutama bagi mereka yang pendapatannya masih belum stabil," katanya.