Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Hak Asasi Manusia RI (HAM) Natalius Pigai merespons soal vonis hukuman terhadap koruptor kasus timah Harvey Moeis dan Helena Lim.
Pigai menyatakan, sebagai pejabat negara, dirinya turut merasakan apa yang menjadi ketidakpuasan publik terhadap putusan tersebut.
Dimana, Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) menjatuhkan vonis untuk kedua terdakwa yang merugikan keuangan negara sebesar Rp271 Triliun itu lebih rendah dibandingkan dengan tuntutan jaksa.
"Sebagai Menteri. Kami merasakan ada macam perasaan ketidakpuasan di masyarakat, ada rasa ketidakadilan di masyarakat," kata Pigai saat ditemui awak media di Graha Pengayoman, Kementerian HAM RI, Selasa (31/12/2024)..
Pigai mengaku cukup merasakan apa yang dikeluhkan rakyat.
Baca juga: Daftar 15 Terdakwa Kasus Korupsi Timah yang Sudah Divonis Hakim, Kejagung Banding Vonis 9 Terdakwa
Kata dia, ketidakadilan yang dirasakan rakyat pasti ada kaitannya dengan apa yang telah diperbuat kedua terdakwa tersebut.
Kata dia, apa yang diputuskan majelis hakim dirasa tidak setimpal dengan apa yang dilakukan Harvey Moeis dan Helena Lim.
Pasalnya, Harvey Moeis hanya divonis 6,5 tahun penjara dari tuntutan jaksa 12 tahun.
Sementara, Helena Lim divonis 5 tahun penjara dari tuntutan jaksa 8 tahun.
Baca juga: Tangis Ibunda Helena Lim Usai Anaknya Divonis 5 Tahun dalam Kasus Korupsi Timah: Pulanglah Anakku
"Ketidakadilan itu mungkin mereka merasa perbuatan yang dilakukan mereka, yang koruptor itu, tidak setimpal dengan hukuman yang diterima mereka," kata dia.
Meski dirinya mengaku menghormati apa yang menjadi keputusan hakim karena itu merupakan independensi dari lembaga peradilan, tetapi, kata dia, rakyat tidak boleh diam.
Kata dia, keprihatinan terhadap penegakan hukum dan peradilan harus terus disuarakan.
"Tentu kami menghormati independensi dan integritas mereka. Tapi kami tidak bisa tinggal diam begitu saja. Bahwa ada keprihatinan yang kita harus mengungkapkan. Saya harus menyampaikan ada sebuah keprihatinan ketidakpuasan di publik," kata mantan Komisioner Komnas HAM RI itu.
Atas hal itu, dirinya menyoroti agar perkara yang telah menimbulkan kerugian negara cukup besar, haruslah diganjar dengan hukuman yang setimpal.
"Karena itu, ya harus memberikan punishment atau hukuman itu juga harus sesuai dengan perbuatan yang diterima," ujar Pigai.
Dirinya bahkan secara tegas menyatakan, kalau koruptor yang telah merugikan keuangan negara merupakan pelanggar HAM.
Kata dia, tidak sedikit kasus korupsi yang merugikan banyak keuangan negara membuat rakyat menderita.
"Sehingga para pelakunya sebenarnya bisa masuk kategori pelanggar HAM. Pelanggar HAM. Bukan pelanggar HAM berat ya. Mereka melakukan pelanggar HAM," kata Pigai.
Kondisi tersebut diperparah kata Pigai, lantaran saat ini kondisi perekonomian negara sedang tidak baik-baik saja.
Di mana, angka kemiskinan di Indonesia masih tinggi akan tetapi akses pendidikannya masih rendah.
Tak hanya itu, negara juga kata dia, tidak memiliki kemampuan untuk meningkatkan pendapatan.
"Kemiskinan makin meninggi, pendidikan masih rendah, buta hurufnya makin tinggi, stuntingnya makin tinggi. Negara tidak mampu bisa meningkatkan pendapatan negara atau pajak gara-gara korupsi yang begitu merajalela," kata dia.
Menurut Pigai, dengan adanya ulah dari koruptor yang meraup keuntungan demi perutnya sendiri atau golongannya, maka banyak sekali hak untuk rakyat dirampas.
Dengan begitu, dirinya mengkategorikan kalau kejahatan korupsi yang berakibat pada terhambatnya pemenuhan hak atas rakyat merupakan suatu tindakan pelanggaran HAM.
"Perbuatan itu menyebabkan hak atas pendidikan, hak atas kesehatan, hak untuk hidup, hak untuk makan gratis, hak untuk membangun swasembada pada pangan, energi, terhambat. Kita nggak boleh dong. Kita nggak boleh," kata dia.