Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam tuntutannya yang dibacakan di persidangan telah menuntut terdakwa Harvey Moeis dengan pidana 12 tahun penjara akibat keterlibatannya dalam kasus korupsi tata niaga komoditas timah yang merugikan keuangan negara Rp 300.003.263.938.131,14 (Rp300 triliun).
Perhitungan itu didasarkan pada Laporan hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara di kasus timah yang tertuang dalam Nomor: PE.04.03/S-522/D5/03/2024 tertanggal 28 Mei.
Kerugian negara yang dimaksud jaksa, di antaranya meliputi kerugian atas kerja sama penyewaan alat hingga pembayaran bijih timah.
Selain itu, jaksa juga mengungkapkan kerugian negara yang mengakibatkan kerusakan lingkungan mencapai Rp271 triliun berdasarkan hasil hitungan ahli lingkungan hidup.
Selain itu, JPU, juga menuntut Harvey membayar uang pengganti sebesar Rp 210 miliar selambat-lambatnya satu bulan setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap.
Namun demikian, majelis hakim di pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan vonis pidana penjara kepada Harvey dengan pidana 6,5 tahun penjara.
Selain itu, Harvey juga divonis pidana denda sebesar Rp 1 miliar dimana apabila tidak mampu membayar maka diganti dengan kurungan selama 6 bulan.
Harvey juga dikenakan pidana tambahan berupa membayar uang pengganti sebesar Rp 210 miliar.
Vonis itu pun memicu kontroversi di publik.
Sejumlah tokoh bahkan mempertanyakan vonis yang dinilai terlalu ringan jika dibandingkan dengan kerugian negara yang ditimbulkan.
Bahkan ada juga yang mempertanyakan mengapa jaksa hanya menuntut Harvey mengganti rugi sebesar Rp210 miliar mengingat kerugian negara yang dihasilkan akibat perubatannya dan sejumlah pihak lainnya mencapai sekira Rp300 triliun.
Lalu, siapa yang harus bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan tersebut?
Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khsusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah pun mengakui ada kesimpangsiuran terkait pembebanan uang pengganti kerugian negara Rp300 triliun itu.