"Kita harus bedakan pertama ya, tadi Pak Kapolsek sudah mengatakan bahwa ini bukan penolakan (pendampingan)," ucapnya dalam dialog Kompas Petang, Kompas TV, Sabtu (4/1/202).
"Memang menurut saya, kalau ada permintaan pendampingan tentunya harus jelas dulu untuk apa dan kira-kira dokumen kendaraan apa yang harus diberitahukan pada petugas," tambahnya.
Lebih lanjut, ia menjelaskan, nantinya petugas kepolisian akan menyiapkan surat perintah atau meminta izin pada pimpinan karena akan ada upaya paksa.
"Nanti petugas akan menyiapkan surat perintah ataupun meminta izin pada kapolsek, karena ini kan akan ada upaya paksa."
"Kecuali, apabila kasus ini sudah dilaporkan dan sudah dalam bentuk laporan polisi, maka anggota polisi yang menangani itu wajib untuk mendampingi daripada keluarga," tambahnya.
Menurut Ito, jika personel kepolisian melakukan upaya paksa tanpa ada surat perintah, hal itu termasuk pelanggaran kode etik dan standar operasional prosedur (SOP).
"Kalau misalnya anggota melakukan upaya paksa tanpa surat perintah, itu ada konsekuensinya bahwa yang bersangkutan adalah melanggar kode etik dan SOP," ungkapnya.
Sebagai informasi, dalam kasus ini, total ada empat tersangka sipil diantaranya AS, IS, IH (DPO), dan RH (DPO).
Para tersangka disangkakan tindak pidana Penipuan dan atau Penggelapan sebagaimana dimaksud dengan Pasal 378 KUHP dan atau 372 KUHP.
Kasus penggelapan kendaraan berdasarkan LP/B/1/2024/SPKT./POLSEK RAJEG/ POLRES KOTA TANGERANG.
Laporan tersebut dilayangkan Agam Muhammad, warga Taman Raya Rajeg, Desa Mekarsari, Kabupaten Tangerang, terkait dugaan penggelapan mobil Honda Brio warna oranye bernomor polisi B 2694 KZO yang terjadi di tempat rental CV Makmur Raya pada 2 Januari 2025, pukul 00.15 Wib.
(Tribunnews.com/Rifqah) (Kompas.com)