News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pimpinan Komisi X DPR Tolak Pinjol Jadi Opsi Pembayaran Uang Kuliah

Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Hendra Gunawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sejumlah mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) melakukan aksi unjuk rasa di depan Gedung Rektorat ITB, Jalan Sulanjana, Kota Bandung, Jawa Barat, Senin (29/1/2024). Mereka menuntut penghapusan kebijakan rektorat perihal pembayaran Uang Kuliah Tunggal (UKT) menggunakan skema pinjaman online (Pinjol). (TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN)

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dennis Destryawan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi X DPR RI Abdul Fikri Faqih mempertanyakan sikap pemerintah yang membiarkan mahasiswa terlilit utang demi mencicil pembayaran Uang Kuliah Tunggal (UKT).

Abdul menyayangkan sikap perguruan tinggi yang memberikan opsi pinjaman online (pinjol) kepada mahasiswa.

Opsi membayar dengan pinjol bukan keputusan yang bijaksana karena konstitusi menyebutkan bahwa pendidikan adalah tugas negara.

Baca juga: Kebocoran Gas Pabrik di Tangerang, 27 Warga Dilarikan ke Rumah Sakit, Ribuan Warga Dievakuasi

Dia menyinggung pasal 31 ayat 1-5 dalam UUD 1945. Karena itu, Abdul mengusulkan pembaharuan terhadap struktur dan formula anggaran pendidikan.

"Maka, menurut saya, perlu diadakan diskusi kembali tentang struktur dan formula anggaran pendidikan yang 20 persen yaitu sebesar Rp660 triliun kemana saja. Kenapa harus membiarkan problem seperti solusi membayar UKT dengan skema pinjol ini muncul?” ujar Fikri di Jakarta, Selasa (6/2/2024).

Dia berharap akan ada solusi supaya pinjol tidak menjadi opsi untuk pendidikan. Anggaran pendidikan yang diambil dari APBN sebanyak 20 persen lebih besar dikelola oleh pemerintah daerah, dibandingkan oleh pemerintah pusat melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).

Jika menggunakan data Neraca Pendidikan Daerah (NPD) yang disusun oleh Kemdikbudristek, pemerintah daerah kerap mengabaikan amanat konstitusi ini.

Banyak pemerintah daerah hanya mengalokasikan anggaran pendidikan bahkan kurang dari 1 persen tanpa transfer daerah. Sebab itu, Fikri menegaskan pemerintah harus berkomitmen menyelesaikan isu ini.

"Faktanya di Kemendikbudristek RI pada tahun 2023 hanya (memperoleh anggaran) Rp80 triliun dan tahun 2024 ini sekitar Rp 97 triliun dari (alokasi pendidikan sebanyak) Rp660 triliun. Ini masih jauh. Maka, menurut saya, perlu dibongkar (struktur dan formula anggaran pendidikan)," paparnya.

Dia mengingatkan agar pemerintah tidak setengah hati membangun sumber daya manusia (SDM) yang unggul. Mampu membangun infrastruktur secara masif, dirinya berharap pemerintah memenuhi janjinya memperbaiki sektor pendidikan di Indonesia.

Baca juga: Terlilit Pinjol Rp 9 Juta, Pria di Purbalingga Nekat Terjun ke Sumur Sedalam 10 Meter

"Saya berharap mudah-mudahan nanti ada solusi supaya tidak sampai pinjol untuk pendidikan," kata Fikri.

Sebelumnya, ramai pemberitaan terkait kerja sama antara platform fintech peer to peer (P2P) lending dengan perguruan tinggi. Kerja sama antara PT Inclusive Finance Group atau Danacita dengan Institut Teknologi Bandung (ITB) menjadi viral, pasalnya kerja sama ini menuai protes keras dari mahasiswa.

Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Pelindungan Konsumen OJK, Frederica Widyasari Dewi tengah mencermati kerja sama antar kedua belah pihak karena sifatnya pinjaman jangka pendek.

"Kalau dana pendidikan mustinya panjang. Jadi kita harus melihat, kita akan tonton terus bagaimana perjalanannya," ujarnya, di Kantor OJK Wisma Mulia 2 Jakarta, Kamis (1/2/2024).

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini