"Jangan dilihat ERP jika diberlakukan menjadi sebuah prestasi, justru ini beban bagi masyarakat," tegasnya.
Menurut Gilbert, ketimbang menerapkan jalan berbayar, seharusnya Pemprov DKI Jakarta fokus menyediakan transportasi umum yang terintegrasi di seluruh kota.
"Ini kan MRT baru satu jalur, kaya ular memanjang belum kaya jaring laba-laba," ujar Gilbert.
"Kemarin ada gage 25 jalur, ini kan ERP rencananya 25 jalur juga, apa yang terjadi di masyarakat," lanjut dia.
Apalagi, Gilbert melihat Pemprov DKI dalam hal ini Dinas Perhubungan juga belum matang mengenai wacana penerapan ERP.
"Siapa yg mengelola? kan kemarin di tv saya dengar dari Pak Syafrin (Kadishub) dia juga gatau siapa yang mengelola, artinya masih ada yang misterius dari semua ini.
Kalau semua swasta (yang mengelola) saya hitung Rp 30 miliar per hari (dari uang jalan berbayar)," beber Gilbert.
Gilbert mengklaim rekan-rekannya di Komisi B tak ada yang setuju dengan wacana penerapan jalan berbayar di Jakarta.
Tanggapan Kadishub DKI Jakarta
Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo menanggapi kritikan anggota Komisi B DKI Jakarta perihal penolakannya terhadap wacana ERP.
Syafrin mengatakan, penerapan ERP menjadi suatu keharusan untuk mengurangi kemacetan yang kian parah di Jakarta.
"Permasalahan transportasi yg saat ini kita hadapi bersama akibat kepemilikan kendaraan pribadi dan kemudian kemampuan daerah menambah panjang jalan yang sangat terbatas.
Ini menjadi salah satu penyebab oleh sebab itu kemudian kita harus lakukan upaya-upaya holistik terkait pemecahan permasalahannya," tuturnya usai rapat di Komisi B DPRD DKI Jakarta, Senin (16/1/2023).
Dikatakan Syafrin, adanya ERP nantinya diharapkan membuat masyarakat Jakarta jadi lebih berpikir bila ingin menggunakan kendaraan pribadi.