TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah berencana menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada tahun 2025. Aturan tersebut akan membawa dampak ke industri, apalagi otomotif.
Wakil Direktur Utama PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) Bob Azam menjelaskan kenaikan PPN akan membuat model dengan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) tinggi akan menderita.
"PPN naik 12 persen otomatis berpengaruh terhadap biaya (produksi). Apalagi yang lokalisasinya dalam, justru yang paling suffer (menderita), karena terdampak PPN berkali-kali," tutur Bob saat dihubungi Tribunnews.com, Rabu (17/4/2024).
Dengan pajak yang diterapkan dari barang mentah hingga ke barang jadi, membuat adanya pembengkakan dalam biaya produksi.
"Dari barang mentah menjadi barang setengah jadi kena PPN, barang setengah jadi berubah jadi sub komponen kena PPN, selanjutnya sub komponen jadi komponen kena PPN. Justru produk dalam negeri dengan lokal konten tinggi yang paling suffer," jelas Bob.
Dengan kenaikan biaya produksi, tentu akan dikonversi ke lonjakan harga produk jadi. Kenaikan harga juga dirasa akan kian berat saat kondisi pasar yang masih belum menentu. Hal ini akan menjadi dilema bagi para produsen kendaraan di dalam negeri.
Bob memprediksi, model-model di segmen low cost green car(lcgc) atau mobil berbiaya murah akan paling terpengaruh dengan kenaikan PPN.
"Biaya (produksi) naik apakah akan dikonversi jadi kenaikan harga. Rasanya berat juga dalam kondisi pasar yang sedang weakening (pelemahan). Itu dilemanya. Mungkin untuk produk-produk segmen low cost car akan lebih rentan untuk naik harga karena tipis marginnya, ditambah lokal kontennya yang tinggi. Di lain sisi padahal konsumennya sensitif terhadap harga," terang Bob Azam.