TRIBUNNEWS.COM - Harno, namanya. Pria yang sehari-hari berprofesi sebagai kontraktor sipil ini setia merawat motor-motor Harley Davidson tua. Tak sekadar merawat, dia juga mengoprek dan memodifikasi motor-motor Harley tua koleksinya untuk ajang balap moge.
Ditemui di sela kesibukannya mengikuti ajang balap drag race moge di kawasan Pantai Indah Kapuk 2, Jumat, 17 Mei 2024 sore, Harno terlihat sedang bersantai di paddock ditemani beberapa orang asisten di tim balapnya.
Sehari-harinya, pria yang akrab dipanggil Bagong oleh teman-temannya ini aktif di Komunitas Motor Antik Indonesia (MAJI) wilayah Pati, Jawa Tengah.
"Saya hobi sekali balapan motor gede pakai Harley tua. Saya selalu gunakan motor-motor tua ini karena sensasinya beda. Bukan karena tidak mampu beli Harley yang lebih muda," ujar Harno.
Di kalangan teman-teman pehobi balap moge, Harno kerap dijadikan ikon karena hobinya yang membalap di kategori Harley Davidson tua.
Di balapan kali ini, Harno mengaku ikut beberapa kelas balapan di bracket 14, 15 dan 16 detik. Menurut dia, mengoleksi motor tua atau antik tidak selalu harus yang berkapasitas mesin atau ber-cc besar.
"Sebenarnya mengoleksi motor antik itu bisa mulai dari 50 cc dengan kriteria produksi lama seperti 1940an sampai 1980an," tuturnya.
Salah satu Harley Davidson klasik yang jadi koleksinya adalah Harley WL. "Ini motor bersejarah karena di masanya pernah dipakai tentara untuk perang tapi ada versi sipilnya juga," katanya.
"Saya beli motor ini dari posisi njogrok di Jakarta di tahun 2016. Kebetulan saya berteman dengan mekanik di Cawang, Jakarta Timur. Lalu saya minta tolong untuk dia perbaiki," ujarnya.
Baca juga: Touring Pertama, Harley Owners Group Indomobil Jakarta Chapter Pecahkan Rekor MURI
"Mesinnya ada di bengkel itu. Saya beli, saya cicil kekurangannya apa saja," imbuhnya.
Total biaya restorasi yang dia habiskan untuk Harley WL ini mencapai sekitar Rp 100an juta dan prosesnya selama 3 tahun. "Pengadaan spare parts yang nggak ada, saya banyak dibantu teman teman komunitas," kata dia.
Motor Harley WL ini sudah dia custom jadi motor balap. Motor ini produksi tahun 1942 berkapasitas mesin 750cc. "Untuk balapan di PIK2 ini tidak saya pakai race, karena kelasnya tidak ada," sebutnya.
Banyak kenangan seru menunggangi Harley WL ini bagi Harno.
"Pas saya pakai balapan di Sentul, saat mau start tiba-tiba mesin mati, parts ada yang rusak. Namanya juga motor tua," ujarnya terbahak-bahak.
"Pas saya pakai touring ke luar kota pernah juga mengalami mati mesin. Kita oprek saja di jalan, bisa hidup lagi," kenangnya.
Baca juga: Awal Tahun, Komunitas Motor Harley Ini Gelar Touring 2 Hari Jakarta-Bandung
Karenanya, setiap akan membawa Harley WL ini untuk aktivitas touring ke luar kota dia selalu mengajak teman bengkel menemani perjalanan agar bisa membantu memperbaiki jika tiba-tiba rusak.
"Karena saya tak begitu paham soal mesin," akunya blak-blakan.
Touring mengendarai moge tua seperti Harley WL bagi Harno juga ada seninya. Motor tak bisa dipacu digeber kencang terus. Apalagi bikin target waktu jam berapa harus sampai di etape yang ditempuh.
"Setiap touring saya tak pernah bikin target waktu sampainya, kalau capek kita istirahat, kadang kita mampir ngopi," ungkapnya.
Semua aktivitas touring yang dia pernah jalani masih di seputaran Pulau Jawa. "Saya touring pulang kampung kalau di daerah saya lagi ada acara saya mudik sambil riding," sebutnya.
Setiap kali touring dia mengaku belum pernah mengajak istri karena anak-anaknya masih kecil.
Koleksi Harley Sporter 1.000 CC untuk Balapan
Harno juga mengoleksi Harley Sporter 1000 cc Iron Head. "Motor ini yang sekarang saya bawa ke balapan ini," kata dia.
Motor ini memakai sasis dan mesin bawaan pabrik. "Yang kita ganti komponen lain seperti tangki. Pelek pakai ring 19 inci dan kapasitas tangki 6 liter."
"Karburator sudah kita ganti ke Mikuni 38 agar asupan bahan bakar lebih lancar," tuturnya.
"Saya punya 1 Harley lagi, yakni Harley SNS sedang saya bangun 1600 cc yang akan fokus saya pakai balapan juga," kata Harno.
Dia mengatakan, menunggangi moge seperti Harley tidak terasa berat kalau sudah dikendarai. "Akan jadi berat kalau kita roboh motornya lalu dibediriin," jelasny a.
Harno mengatakan dia biasa memakai Harley Sporter 1000 cc untuk touring juga.
Di balapan di PIK 2, dia memakai motor ini untuk turun di kelas bracket 14, 15, dan 16 detik. "Saya ikutkan juga di FFA khusus Sporter. Saya ikut di 5 kelas di ajang ini," bebernya.
"Tadi membalap di bracket 16 sempat kebablasan. Di bracket 15 kita sempat kelebihan. Begitu juga di bracket 14. Hari ini kita pas belum beruntung," sebutnya.
Baginya, kalah-menang saat ikut balapan Harley tidak penting. Bisa silaturahmi dengan sesama penggemar Harley lebih penting. "Bagi saya hadiah sebatas penghargaan saja, silaturahmi dengan teman-teman penting."
Merawat Moge Tua Itu Tidak Susah!
Harno mengatakan, merawat moge tua sebenarnya tidak susah asal didukung finansial yang memadai agar tak mengurangi urusan dapur keluarga.
Untuk merawat koleksi Harley tuanya, dia percayakan kepada sahabatnya di Cawang, termasuk untuk tuning semisal saat akan dipakai touring atau balapan.
"Kalau untuk motor tua nggak ada servis berkala, misal knalpot ngebul, seher mungkin udah longgar dan harus diganti," sebutnya.
Jadi, baginya praktis tidak ada kesulitan dalam merawat motor-motor Harley tuanya itu.
Punya Klub Motor Antik di PATI
Harno sehari-hari aktif di komunitas MACI di cabang Pati, Jawa Tengah, meski sehari-harinya banyak tinggal di Kota Depok, Jawa Barat.
"Saya anggota di MACI gabung sejak 2018. Saya ingin komunitas ini lebih solid, aktif di kegiatan balap motor tua," sebutnya.
Karena itu dia berambisi maju di pemilihan ketua umum MACI nasional yang akan melakukan pemilihan ketua baru di awal 2025 seiring dengan segera habisnya masa jabatan pengurus periode sekarang.
"Member MACI ada di setiap daerah dan kota, sampai di Kalimantan dan Makassar. Total ada 60an cabang dengan ratusan member. Kebanyakan member sudah senior dan sepuh. Kebanyakan pakai motor tua buatan Eropa seperti
AJS, BSA, Triumph dll," ungkapnya.
Karena itu, komunitas motor antik ini benar-benar unik karena kebanyakan motor koleksinya adalah motor-motor tua. "Untuk motor buatan Jepang ada yang masuk kategori motor antik sepert Yamaha XS."
Syarat masuk komunitas ini menurutnya cukup mudah. "Yang pasti harus punya motor tua walaupun hanya 50 cc produksi tahun 1980 ke bawah," sebutnya.
"Saya didorong teman-teman untuk maju jadi ketua MACI yang akan habis masa kepengurusan di awal 2025," tutur satu-satunya member MACI yang ikut event drag race di PIK 2 ini.
"Kita di MACI selalu berupaya memeriahkan event event drag race Harley dan kita selalu pakai motor tua.
Untuk anak anak muda, ayolah kalau punya hobi yang sama jangan berkecil hati untuk gabung ke event drag race," ajaknya.