Pendapat bahwa Gujarat sebagai tempat asal Islam di Nusantara mempunyai kelemahan-kelemahan tertentu, kelemahan itu ditemukan oleh Marrison.
Ia berpendapat bahwa meskipun batu-batu nisan yang ditemukan di tempat-tempat tertentu di Nusantara boleh jadi berasal dari Gujarat, atau dari Bengal, itu tidak lantas berarti Islam juga datang berasal dari tempat batu nisan itu diproduksi.
Marrison mematahkan teori Gujarat ini dengan menunjuk pada kenyataan bahwa pada masa Islamisasi Samudera Pasai, yang raja pertamanya wafat tahun 1297 M, Gujarat masih merupakan kerajaan Hindu. Baru setahun kemudian (699/1298) Cambay, Gujarat ditaklukkan kekuasaan muslim.
Jika Gujarat adalah pusat Islam, yang dari tempat itu para penyebar Islam datang ke Nusantara, maka pastilah Islam telah mapan dan berkembang di Gujarat sebelum kematian Malik al-Saleh, yakni sebelum tahun 698/1297.
Marrison selanjutnya mencatat, meski lasykar muslim menyerang Gujarat beberapa kali raja Hindu
di sana mampu mempertahankan kekuasaannya hingga 698/1297.
Mempertimbangkan semua ini, Marrison mengemukakan pendapatnya bahwa Islam di Nusantara bukan berasal dari Gujarat, melainkan dibawa oleh para penyebar Muslim dari pantai Coromandel pada akhir abad ke-13.
Baca juga: Sejarah Majalengka di Relief Sepanjang 30 Meter, dari Masa Kerajaan Talaga hingga Zaman Kolonial
5. Teori Bangladesh
Teori Bangladesh dikenal juga dengan nama teori Benggali, teori ini dikemukakan oleh S. Q. Fatimi.
Teori Bangladesh mengemukakan bahwa Islam datang di Nusantara berasal dari Benggali.
Teori ini didasarkan atas tokoh-tokoh terkemuka di Pasai adalah orang-orang keturunan dari Benggali.
Menurut beberapa pendapat berdasarkan teori Benggali berarti Islam masuk ke Indonesia pada abad ke-11 M.
S. Q. Fatimi berpendapat bahwa mengaitkan seluruh batu nisan yang ada di Pasai, termasuk batu nisan Maulana Malik al-Saleh, dengan Gujarat adalah keliru.
Menurut penelitiannya, bentuk dan gaya batu nisan Malik al-Saleh berbeda sepenuhnya dengan batu nisan yang terdapat di Gujarat dan batu-batu nisan lain yang ditemukan Nusantara.
Fatimi berpendapat bentuk dan gaya batu nisan itu justru mirip dengan batu nisan yang terdapat di Bengal.
Oleh karenanya, seluruh batu nisan itu hampir dipastikan berasal dari Bengal.
Dalam kaitan dengan data artefak ini, Fatimi mengkritik para ahli yang mengabaikan batu nisan Siti Fatimah bertanggal475/1082 yang ditemukan di Leran, Jawa Timur.
Teori bahwa Islam di Nusantara berasal dari Bengal bisa dipersoalkan lebih lanjut termasuk berkenaan dengan adanya perbedaan madzhab yang dianut kaum muslim Nusantara (Syafi’i) dan mazhab yang dipegang oleh kaum muslimin Bengal (Hanafi).
6. Teori Cina
Teori China yang dicetuskan oleh Slamet Mulyana dan Sumanto Al Qurtuby menyebutkan bahwa, Islam masuk ke Indonesia karena dibawa perantau Muslim China yang datang ke Nusantara.
Teori ini didasari pada beberapa bukti,yaitu:
a. Fakta adanya perpindahan orang-orang muslim China dari Canton ke Asia Tenggara, khususnya Palembang pada abad ke 879 M
b. Adanya masjid tua beraksitektur China di Jawa
c. Raja pertama Demak yang berasal dari keturunan China (Raden Patah)
d. Gelar raja-raja demak yang ditulis menggunakan istilah China
e. Catatan China yang menyatakan bahwa pelabuhan-pelabuhan di Nusantara pertama kali diduduki oleh para pedagang China
Pada dasarnya semua teori tersebut masing-masing memiliki kelemahan dan kelebihan tersendiri.
Tidak ada kemutlakan dan kepastian yang jelas dalam masingmasing teori tersebut.
Menurut Azyumardi Azra, sesungguhnya kedatangan Islam ke Indonesia datang dalam kompleksitas, artinya tidak berasal dari satu tempat, peran kelompok tunggal, dan tidak dalam waktu yang bersamaan.
(Tribunnews.com/Kristina Wulandari)
Baca juga artikel lainnya terkait Materi Sekolah