TRIBUNNEWS.COM - Ketua Komisi II DPR RI, Ahmad Doli Kurnia Tandjung memberikan tanggapannya terkait Pilkada serentak yang akan diselenggarakan 9 Desember 2020.
Ahmad DoliĀ mengungkapkan alasan mengapa Pilkada tetap akan diselenggarakan meski saat ini pandemi virus corona belum berakhir.
Hal itu disampaikan Ahmad Doni dalam diskusi daring PNPS GMKI bertajuk Menimbang Risiko Pilkada Serentak 9 Desember 2020, Selasa (2/6/2020).
Menurut dia, Pilkada dan penanganan Covid-19 sama pentingnya, yakni menyangkut hak warga negara.
Penanganan Covid-19 terkait dengan hak manusia untuk hidup, mendapatkan keselamatan dan kesehatan.
Semenyata Pilkada menyangkut hak politik sebagai warga negara.
"Pilkada ini kan sudah berkali-kali, kalau Pilkada serentak ini sudah keempat kali dan ini sudah dipersiapkan."
"(Pilkada) ini agenda yang rutin, sudah dipersiapkan sejak mulai dari satu tahun yang lalu," ujar Ahmad Doni.
Proses penetapan Pilkada 9 Desember
Ahmad Doli mengatakan, penetapan Pilkada yang akan diselenggarakan pada 9 Desember 2020 mendatang dilakukan dengan berbagai pertimbangan.
Berawal dari pertengahan bulan Maret di mana ada tiga orang aparat penyelenggara Pilkada di tingkat kecamatan di tiga provinsi terpapar Covid-19.
Baca: Pengamat Usul Pilkada Serentak Terapkan Sistem e-Voting, Antisipasi Penurunan Partisipasi Pemilih
Kemudian saat itu, Komisi II DPR RI langsung meminta Ketua KPU RI untuk membuat protokol khusus Covid-19.
"Karena pada saat itu para aparat penyelengrra sedang melangsungkan tahapan Pilkada, menjelang tahapan akhir dari tahap kelima, dari 15 tahapan pelaksanana Pilkada serentak," papar Ahmad Doni.
Setelah itu, lanjut dia, KPU kemudian mengadakan rapat untuk membahas hal itu lebih lanjut.
Dari hasil rapat tersebut, disepakati bahwa KPU memutuskan untuk menunda 4 tahapan dari Pilkada serentak.
"Kami menyepakati dengan melihat situasi yang terjadi pada saat itu, alas hukum yang digunakan untuk penundaan Pilkada ini adalah Perrpu," terangnya.
Selain itu, KPU RI saat itu juga menawarkan beberapa opsi terkait dengan penundaan Pilkada serentak.
Baca: Politikus PAN: Jangan Abaikan Protokol Kesehatan Saat Pilkada Serentak
Yakni, pelaksanaan pencoblosan diundur tiga bulan menjadi bulan Desember, kemudian opsi kedua diundur enam bulan jadi 17 Maret 2021 atau diundur satu tahun jadi 29 September 2021.
DPR saat itu juga mengusulkan satu opsi baru yakni, 23 Juni 2020, mundur sekira sembilan bulan.
Kemudian KPU kembali menggelar rapat, untuk mendengarkan situasi pengendalian Covid-19 oleh pemerintah.
Selain itu juga membahas terkait skenario-skenario yang memungkinkan pelaksanaan Pilkada dari opsi-opsi tersebut.
"Dari apa yang disampaikan pemerintah, pemerintah saat itu sudah muncul optimismenya, situasi ini akan bisa dikendalikan."
"Ini keputusan yang tidak mudah, dan dengan proses yang sangat panjang tidak tergesa-tegesa," jelasnya.
Baca: Ada Empat Potensi Ancaman Saat Pilkada Serentak Digelar di Tengah Pandemi Covid-19
Pertimbangan lain adalah, tidak ada yang bisa memastikan kapan pandemi virus corona ini akan berakhir.
Bahkan, lanjut Ahmad Doni, Covid-19 bisa seterusnya ada bersama manusia.
"Dalam situasi yang seperti itu, tidak ada jalan lain, kita harus menyesuaikan kehidupan kita berdampingan dengan virus ini."
"Jadi pilihannya adalah kita harus terus larut dalam ketidakpastian."
"Atau kita bisa mengambil sikap atau mengambil keputusan yang memungkinkan keputuasna itu menghasilkan kepastian dalam waktu yang terukur," tandasnya.
(Tribunnews.com/Nanda Lusiana)