TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sebanyak 344 dari 456 Aparatur Sipil Negara (ASN) yang dilaporkan melanggar netralitas terkait penyelenggaraan pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2020 telah direkomendasikan penjatuhan sanksi.
Dari jumlah itu, 189 ASN diantaranya telah ditindaklanjuti oleh Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) dengan penjatuhan sanksi.
Artinya dari 456 ASN yang dilaporkan, baru 54,9 persen ASN yang dikenai sanksi.
Baca: KASN Ingatkan ASN Netral di Pilkada 2020
Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), Agus Pramusinto, mengatakan modus operandi yang dilakukan ASN melanggar netralitas itu beraneka ragam.
Menurut dia, berada di urutan modus pelanggaran tertinggi, yaitu pertama, ASN melakukan pendekatan ke partai politik terkait pencalonan dirinya atau orang lain sebagai bakal calon kepala daerah sebesar 21,5 persen.
Kedua, terdapat ASN yang ikut melakukan kampanye atau sosialisasi di media sosial mencapai 21,3 persen.
Ketiga, ASN mengadakan kegiatan mengarah pada keberpihakan pada salah satu pasangan calon sebanyak 13,6 persen.
“Memasang spanduk baliho 11,6 persen dan membuat keputusan yang menguntungkan atau merugikan paslon 11 persen,” ujar Agus, pada saat membuka kegiatan kampanye virtual Gerakan Nasional Netralitas ASN, Rabu (5/8/2020).
Untuk kategori subjek hukum, kata dia, yang melakukan pelanggaran diklasifikasi sebagai jabatan pimpinan tinggi sebesar 27,6 persen, jabatan fungsional 25,4 persen, jabatan administrator 14,3 persen, jabatan pelaksana 12,7 persen dan jabatan kepala wilatah seperti Camat dan Lurah mencapai 9 persen.
Sedangkan untuk kategori daerah, 10 wilayah paling banyak melakukan pelanggaran netralitas tersebar di Kabupaten Purbalingga, Wakatobi, Sumbawa, Provinsi NTT, Kabupaten Muna Barat, Muna, Kota Banjarbaru, Kabupaten Banggai, Sukoharjo dan Buton Utara.
Sebagai upaya mengantisipasi ASN tidak netral, dia mengimbau, seluruh ASN di Indonesia membangun kesadaran dan kemauan yang berkenaan dengan etika dan perilaku parsialitas pada ASN.
“Tidak berpihak, bebas dari konflik kepentingan serta bebas dari pragmatisme politik,” tambahnya.