TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pendiri Partai Amanat Nasional (PAN) Amien Rais mengkritik Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan yang ingin menjadi mentor politik Gibran.
Kritik dilontarkan Amien Rais lewat akun media sosial Twitter-nya, @Amien_Rais, saat merespons cuitan Zulhas di akun @ZUL_Hasan.
Ia menyatakan bahwa partai politik yang didirikan untuk melawan oligarki politik kini telah berubah menjadi partai politik yang menjadi mentor oligarki politik.
"Partai yang pernah didirikan untuk melawan oligarki politik, kini menjadi mentor oligarki politik," ucap Amien Rais di akun twitter-nya, Kamis (13/8/2020).
Namun, Amien Rais tak mau menyimpulkan apakah langkah Zulhas dan DPP PAN itu bisa disebut tengah menyakiti basis ideologis pemilih PAN.
Baca: Pesan Amien Rais ke Jokowi: Presiden Tidak Boleh Terjebak pada Mental Koncoisme
Mantan Ketua MPR itu menyerahkan kepada rakyat untuk menilai langkah Zulhas yang ingin menjadi mentor politik Gibran tersebut.
"Apakah @Official_PAN tengah menyakiti basis ideologis pemilihnya? Biarkan rakyat yang menilai," kata Amien Rais.
Amien Rais juga memberikan pesan khusus untuk Presiden Joko Widodo (Jokowi) jelang HUT ke-75 RI.
Melalui video yang diposting di akun Instagram-nya @amienraisofficial, Amien Rais mengingatkan Jokowi untuk tidak terjebak dalam politik "koncoisme" dalam memimpin negara ini.
Karena menurut dia, politik koncoisme adalah bagian dari politik partisan yang bisa membawa bangsa ini ke arah perpecahan.
"Politik partisan semacam ini tidak bisa tidak, cepat atau lambat membelah bangsa Indonesia. Tidak boleh seorang presiden terjebak pada mentalitas koncoisme," ujar Amien Rais.
Dia melihat, demokrasi di era kepemimpinan Presiden Jokowi, sejak menjadi Presiden pada 2014-2019 hingga saat ini, perkembangan politik nasional semakin jauh dari spirit demokrasi.
"Perkembangan politik nasional bukan semakin demokratis, tetapi malahan kian jauh dari demokrasi. Tidak berlebihan bila saya katakan hasil pembangunan politik di masa Pak Jokowi telah memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia," jelasnya.
Dia mencotohkan, ketika Jokowi memilih tidak menemui perwakilan dari kelompok pengunjuk rasa damai di depan Istana Merdeka, pada 4 November 2016 lalu.
Ketika itu massa yang tergabung dalam GNPF-MUI berunjuk rasa mendesak mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dipenjara karena menista agama.
Tiga utusan pengunjuk rasa ingin bertemu Jokowi. Tapi hingga sore hari, Jokowi tak kunjung menemui mereka. Saat itu Jokowi melakukan sidak ke Bandara Soekarno-Hatta.
Baca: PAN Resmi Dukung Gibran-Teguh di Pilwalkot Solo: Kenapa Gibran? Ini Penjelasan Zulhas
Sampai saat ini kata dia, penyakit partisan itu masih tetap menjadi pegangan rezim Jokowi dalam menghadapi umat Islam yang kritis terhadap kekuasaannya.
"Para buzzer dan para jubir Istana di berbagai diskusi atau acara di banyak stasiun televisi semakin menambah kecurigaan banyak kalangan terhadap politik Jokowi yang beresensi politik belah bambu, menginjak sebagian dan mengangkat sebagian yang lain," ucapnya.
Ia menyadari tidak ada satu analisa atau gagasan apa saja yang tidak menunjukkan sikap pro dan kontra. Untuk itu dia siap menerima kritik, koreksi dan bantahan serta masukan lain terkait apa yang ia sampaikan.
Bahkan dengan senang hati, Amien ingin melakukan diskusi terbuka bukan debat terbuka dengan siapapun tentang apa yang dikemukakannya secara terbuka ini.
"Saya sadar tidak ada satu analisa atau gagasan apa saja yang tidak menunjukkan sikap pro dan kontra. Saya siap menerima kritik, koreksi dan bantahan serta masukan lain bahkan dengan senang hati saya ingin melakukan diskusi terbuka bukan debat terbuka dengan siapapun tentang apa yang saya kemukakan secara terbuka ini," jelasnya.
Merespon pernyataan mantan Ketua MPR tersebut, Zulkifli Hasan alias Zulhas angkat bicara menjelaskan maksud dari pernyataannya yang ingin menjadi mentor politik putra sulung Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka.
"Banyak kolega yang bertanya kepada saya, Bagaimana maksudnya Bang Zul menjadi mentor politik Gibran itu? Di antara yang bertanya itu banyak politisi senior, mantan pejabat tinggi negara, dan lainnya," kata Zulhas.
Baca: Setelah PAN Resmi Dukung Gibran, Amien Rais Singgung Oligarki Politik hingga Kritik Jokowi
Zulhas mengaku sempat memberikan pesan-pesan kepada Gibran. Pesan itu adalah agar Gibran tidak melupakan perjuangan para pendiri bangsa yang menginginkan persatuan dan kesatuan.
Ia juga meminta Gibran tidak berpolitik yang justru mendorong perpecahan.
"Saya mewakafkan diri saya untuk menjadi mentor anak-anak muda calon pemimpin bangsa, siapapun di seluruh Indonesia, mengingatkan mereka betapa penting visi kebangsaan ini. Dari para calon pemimpin muda itu, Gibran adalah salah satunya," kata Zulhas.
Gibran juga diberikan nasihat Zulhas agar ingat bahwa NKRI dan Pancasila adalah hasil kesepakatan dan konsensus yang harus betul-betul dijaga serta diperjuangkan agar masyarakat bisa merasakan indahnya.
Menurutnya, hal itu hanya bisa terwujud jika Pancasila ditafsirkan dan diimplementasikan dengan benar.
Gibran lanjut Menteri Kehutanan era Presiden SBY ini agar tidak boleh melupakan perjuangan para ulama yang sudah berjuang untuk tegaknya Indonesia. Tanpa para ulama, Zulhas mengingatkan, Indonesia akan kehilangan kompas rohaninya.
"Selalu bersama mereka (ulama) adalah cara terbaik untuk terus menjaga bangsa ini di rel yang benar," katanya.
Terakhir, Zulhas berpesan kepada Gibran agar selalu bergandengan dengan dua sayap yang menjaga negeri ini, Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama.
Wakil Ketua MPR itu berkata Muhammadiyah dan NU adalah ormas Islam terbesar di Indonesia yang telah berjuang untuk Indonesia masa depan melalui syiar, pendidikan, kebudayaan, dan kesehatan.
"Jadikan keduanya, juga organisasi-organisasi lain yang punya nafas perjuangan yang sama seperti Persis, al-Washliyah, Perti, al-Irsyad, Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia, dan lainnya sebagai sahabat dan penuntun," tutur Zulhas.(tribun network/mal/mam/wly)