TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus mengatakan calon tunggal dalam Pilkada Serentak seperti yang terjadi di Ogan Komering Ulu (OKU) akan merusak demokrasi. Karena calon tunggal berarti meniadakan kontestasi politik itu sendiri.
"Calon tunggal mau bagaimana dikatakan demokrasi kalau tidak ada kontestasinya lagi. Yang pasti sudah merusak demokrasi," ujar Lucius, saat dihubungi, Kamis (3/9/2020).
Dia menjelaskan dalam Pilkada OKU 2020 diketahui terdapat koalisi raksasa dengan 11 partai politik mengusung bupati petahana, Kuryana Azis. Kuryana sendiri berpasangan dengan Johan Anuar dan diprediksi akan menjadi calon tunggal di Pilkada OKU.
Menurut Lucius partai politik harus bertanggungjawab atas hadirnya calon tunggal dalam Pilkada. Sebab setiap partai politik seharusnya menyediakan calon yang merupakan saluran utama kaderisasi pemimpin.
Selain itu, butuh keberanian dari partai politik untuk keluar dari arus besar dan mengedepankan kepentingan masyarakat. Partai-partai yang berani mengusung kandidat yang siap bertarung melawan dominasi calon tunggal sangat dinantikan masyarakat dan bisa dijadikan sebagai laboratorium pilkada 2020.
Baca: PSI Resmi Dukung Muhamad-Saraswati di Pilkada Tangsel
Lucius menegaskan partai politik tidak boleh mengambil keputusan atas kepentingan politik pragmatis semata di Pilkada. Karena nasib rakyat lima tahun ke depan berada di tangan pemenang Pilkada.
"Jadi ada tanggung jawab mereka tidak hanya memperhitungkan kepentingan mereka sendiri dengan transaksi jual beli kursi untuk mencalonan calon tertentu di Pilkada, tapi ada tanggung jawab jauh-jauh hari mempersiapkan kader untuk kemudian diusung," ungkapnya.
Lucius juga menyoroti pasangan Kuryana yang masih berstatus sebagai tersangka kasus korupsi tanah kuburan.
Dia mengaku heran parpol masih menjagokan calon kepala daerah yang bermasalah dengan hukum, terutama korupsi.
"Ini mengatakan bahwa partai politik kita itu sumber masalah. Karena itu negara kita tidak pernah beres sampai saat ini," kata Lucius.
Di sisi lain, Lucius menilai dukungan terhadap calon tunggal bisa menimbulkan dugaan adanya politik uang. Sebab dugaan tidak bisa dihindari ketika parpol mendukung orang yang bermasalah.
"Mestinya parpol ikuti UU Pemilu dan PKPU. Kita semua sepakat orang yang sedang berstatus secara hukum potensi menjadi orang tercelanya terbuka. Mestinya itu sudah menjadi dasar menggugurkan dia," pungkasnya.
Diketahui, sebanyak 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota bakal mengelar Pilkada serentak pada 9 Desember mendatang. Dalam UU PKPU disebutkan pasangan calon tunggal harus bisa meraih 50 persen suara sah.
Jika kurang dan Pilkada tersebut memenangkan kotak kosong, maka Pilkada ditunda ke Pilkada berikutnya. Sementara jabatan kepala daerah akan diisi pejabat yang ditunjuk Kemendagri.
Total ada 36 daerah yang berpotensi melahirkan calon tunggal, berdasarkan analisis Perludem yang disampaikan dalam webinar sosialisasi pencalonan Pemilu 2020, Rabu (2/9). 36 daerah yang berpotensi melahirkan calon tunggal tersebar di 30 tingkat pemilihan bupati dan 6 di tingkat pemilihan wali kota.