TRIBUNNEWS.COM - Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi buka suara soal desakan untuk mendiskualifikasi calon kepala daerah yang melanggar protokol kesehatan di Pilkada 2020.
Namun ia menegaskan, pihaknya tidak bisa mendiskualifikasi calon kepala daerah itu.
Sebab, dalam membuat aturan, KPU harus berdasar pada undang-undang.
Sementara, aturan untuk mendiskualifikasi calon kepala daerah yang melanggar tidak diatur dalam UU.
"Ada pertanyaan bisa nggak KPU mendiskualifikasi, saya kira tidak."
"Karena diskualifikasi ini adalah masalah yang sangat prinsip, tentu KPU harus mendasarkannya kepada UU," kata Raka dalam sebuah diskusi virtual, Senin (21/9/2020), dikutip dari Kompas.com.
Baca: Revisi UU atau Perppu, KPU Harap Ada Keseimbangan Antara Sisi Kesehatan dan Demokratis
Meski tidak bisa mendiskualifikasi, namun pihaknya tengah merancang sejumlah sanksi bagi pelanggar protokol kesehatan di Pilkada.
Satu di antara sanksi, misalnya pengurangan waktu kampanye bagi calon kepala daerah yang melanggar protokol kesehatan ini.
"Sedang juga dipertimbangkan 1 opsi pengurangan hak kampanye dari segi waktu."
"Misalnya dia melanggar jenis kampanye A, maka bisa jadi selama 3 hari kemudian dia tidak boleh melakukan jenis kampanye yang dilanggarnya itu," ujar Raka.
Selain itu, KPU juga mempertimbangkan sanksi berupa penghentian kegiatan kampanye.
Baca: KPU Bisa Ambil Langkah agar Tahapan Pilkada Tak Menjadi Arena Penularan Covid-19.
Meski begitu, menurut Raka, penjatuhan sanksi ini harus melalui rekomendasi Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Sebab, Bawaslu merupakan pihak yang berwenang menentukan apakah suatu kegiatan kampanye melanggar aturan atau tidak.
"Kalau Bawaslu menyatakan ini melanggar, bisa saja berkoordinasi dengan kepolisian juga untuk dihentikan."