TRIBUNNEWS.COM - Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2020 yang tetap digelar dalam situasi pandemi Covid-19 menuai reaksi dari berbagai pihak.
Komisi II DPR RI bersama pemerintah dan penyelenggara pemilu telah sepakat pelaksanaan Pilkada 2020 tetap digelar pada 9 Desember 2020.
Sementara itu, berbagai tokoh beranggapan bahwa tak tepat jika Pilkada tetap diselenggarakan di tengah pandemi.
Sebab, penyelenggaraan Pilkada di tengah pandemi berisiko tinggu menularkan virus corona.
Lantas bagaimana tanggapan pemerintah dan sejumlah pihak terkait tetap diselenggarakannya Pilkada 2020 pada Desember mendatang?
Berikut Tribunnews.com telah merangkumnya:
Baca: DPP Barikade Gus Dur Minta Presiden Jokowi Tunda Pilkada Serentak 2020
Baca: Arteria Dahlan: Pilkada 2020 di Tengah Pandemi adalah Pilihan Terbaik dalam Keadaan Terburuk
Pemerintah klaim pandemi Covid-19 di Indonesia masih terkendali
Komisi II DPR dan pemerintah yang diwakili Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian berpendapat, pandemi Covid-19 di Indonesia masih terkendali.
Hal itu menjadi salah satu alasan DPR dan pemerintah sepakat untuk tetap melaksanakan Pilkada 2020 pada 9 Desember mendatang.
"Mencermati seluruh tahapan yang sudah ada dan sedang berlangsung masih sesuai sebagaimana yang telah direncanakan dan situasi yang masih terkendali."
"Maka Komisi II DPR RI bersama Mendagri, Ketua KPU, Ketua Bawaslu, dan Ketua DKPP Menyepakati bahwa pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 tetap dilangsungkan pada 9 Desember 2020," kata Ketua Komisi II Ahmad Doli Kurnia membacakan simpulan rapat, Senin (21/9/2020) seperti dikutip dari Kompas.com.
Namun, Komisi II meminta agar penerapan protokol kesehatan Covid-19 dilaksanakan secara konsisten dan pelanggarannya harus mendapatkan sanksi tegas.
Baca: Dukung Pilkada 9 Desember, Pimpinan DPR Minta Cakada Wajib Menjadi Influencer Protokol Kesehatan
Oleh karena itu, Komisi II pun meminta KPU merevisi Peraturan KPU (PKPU) Nomor 10 Tahun 2020 yang mengatur tentang pelaksanaan Pilkada 2020 di masa pandemi Covid-19.
Doli mengatakan, revisi PKPU diharapkan di antaranya mengatur secara spesifik soal larangan pertemuan yang melibatkan massa dan mendorong kampanye secara daring.
Selain itu, juga mewajibkan penggunaan masker, hand sanitizer, sabun, dan alat pelindung diri (APD) lain sebagai media kampanye.
Tak ada empati
Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Azyumardi Azra menilai, pelaksanaan Pilkada 2020 di tengah pandemi Covid-19 secara implisit menunjukkan rasa tidak empati pada korban yang meninggal dunia akibat Covid-19.
Hal tersebut dikatakan Azra menyusul pernyataannya yang memilih golput di Pilkada 2020.
"Karena jika Pilkada tetap dilaksanakan 9 Desember sementara pemerintah gagal mengendalikan Covid19."
"Maka ini secara implisit tidak memiliki empati kepada mereka yang telah jadi korban wabah," kata Azra kepada Kompas.com, Senin (21/9/2020) malam.
Baca: Legislator PKS Minta Pemerintah Tidak Memaksakan Diri Tetap Gelar Pilkada 2020 di Tengah Pandemi
Ia menilai, pelaksanaan Pilkada 2020 berpotensi memunculkan klaster baru Covid-19.
Bahkan, kata dia, saat ini sudah banyak calon kepala daerah yang terjangkit Covid-19.
"Sekarang saja lebih 60 calon positif corona dan banyak komisioner KPU di pusat dan daerah juga terinfeksi," jelasnya.
Lantaran hal itu, Azra memilih golput saat Pilkada 2020 dengan alasan solidaritas kemanusiaan pada korban yang meninggal dunia akibat pandemi Covid-19.
"Saya golput 9 Desember 2020 sebagai ungkapan solidaritas kemanusiaan bagi mereka yang wafat akibat wabah corona atau terinfeksi Covid-19," ungkapnya.
Pemulihan ekonomi dan Pilkada bisa ditunda, tapi nyawa rakyat tidak
Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago mengaku sudah meminta agar tahapan Pilkada 2020 ditunda.
Pangi mengingatkan, jangan sampai pemerintah dan DPR salah langkah dan perhitungan dengan tetap melanjutkan tahapan Pilkada.
Baca: Pilkada Jalan Terus, Protokol Kesehatan Ketat Hingga Sanksi Tegas Agar Tidak Terjadi Klaster Baru
Baca: Pilkada Serentak Tetap Digelar di Tengah Pandemi, Ini Dampaknya untuk IHSG
"Bahasa kita agak keras memang, 'Pilkada masih ditunda, pemulihan ekonomi masih bisa ditunda, nyawa tidak bisa ditunda kepergiannya'," kata Pangi dalam keterangan tertulisnya dikutip dari Kompas.com.
Pangi mengatakan, sektor ekonomi masih bisa dipulihkan pemerintah.
Namun, ratusan dokter yang meninggal dunia akibat Covid-19 tak akan bisa kembali.
"Untuk apa pemulihan ekonomi, untuk apa demokrasi, kalau rakyat menjadi tumbal, karena klaster Pilkada yang makin mengkhawatirkan, ini namanya mati celaka," jelasnya.
(Tribunnews.com/Nanda Lusiana, Kompas.com/Tsarina Maharani/Sania Mashabi/Haryanti Puspa Sari)