TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat politik sekaligus Direktur Eksekutif Indonesia Public Institute (IPI) Karyono Wibowo menilai, desakan agar Pilkada Serentak tahun 2020 untuk ditunda justru akan menurunkan partisipasi pemilih.
"Desakan dari sejumlah pihak agar pilkada ditunda untuk sementara waktu diprediksi bisa berpengaruh terhadap penurunan partisipasi pemilih," kata Karyono saat dihubungi Tribunnews.com, Rabu (23/9/2020).
Karyono mencontohkan, bagaimana dua ormas keagamaan terbesar di Indonesia seperti Pimpinan Pusat Muhammadiyah dan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).
Keduanya sama-sama memiliki satu harapan agar pemerintah mengutamakan keselamatan masyarakat sehingga penundaan pilkada menjadi suatu keharusan.
Tak hanya Muhammadiyah dan PBNU, dorongan agar gelaran pilkada ditunda datang dari cendekiawan muslim Azyumardi Azra dan mantan Wakil Presiden RI Jusuf Kalla yang meminta agar pilkada ditunda sampai proses vaksinasi virus corona dilakukan.
Baca: Bambang Wuryanto Bantah Megawati Jadi Jurkam Gibran-Teguh di Pilkada Solo
"Maraknya desakan publik untuk menunda pilkada berpotensi mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam memilih saat Pilkada 2020 nanti menurun," ucap Karyono.
Menurut Karyono, kondisi ini perlu menjadi perhatian serius pemerintah dan penyelenggara pemilu untuk membuat langkah-langkah konkrit yang dapat meyakinkan masyarakat bahwa pelaksanaan pilkada benar-benar aman dari penularan Covid-19. Tentunya, jika pilkada serentak tetap dilaksanakan pada 9 Desember 2020.
Ditambah lagi, terdapat seruan penundaan pilkada dari PBNU dan Muhammadiyah, tentu dapat membuat pemilih berpikir ulang untuk datang ke TPS.
Terlebih, dua ormas tersebut memiliki jumlah pengikut loyal yang sangat besar di Indonesia.
Dalam hal ini, pemerintah perlu mengajak dialog dengan para pimpinan ormas tersebut untuk menyamakan misi dan persepsi terkait pelaksanaan pikada serentak di tengah pandemi.
"Hasil survei yang telah dilakukan IPI di sejumlah daerah yang melaksanakan pilkada belakangan ini rata-rata menunjukkan bahwa mayoritas responden atau sekitat 80an persen menyatakan was-was datang ke TPS. Salah satu alasannya karena pemilih merasa takut lantaran pandemi Covid-19 sampai saat ini angka penularannya masih tinggi," jelas Karyono.
Apabila tingkat partisipasi pemilih menurun, lanjut Karyono, maka akan berpengaruh pada kualitas demokrasi dan legitimasi para kepala daerah terpilih dalam pilkada.
"Kepala daerah yang terpilih berkurang legitimasinya," kata Karyono.