TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menjalankan misi khusus politik tingkat tinggi sebagai buzzer media sosial pada proses pemilihan presiden, ternyata mempunyai masalah dan risiko tersendiri.
Bukan main-main, teror fisik hingga ancaman pembunuhan kerap kali menerpa.
Hal ini dialami Donny, pemilik organ Tim Cyber 300 di Jakarta.
Ia menjadi koordinator buzzer media sosial terkait Pilpres 2019 yang sedang berlangsung.
Donny mengaku menerima teror ancaman pembunuhan hampir setiap hari. Alasannya, selaku relawan "pasukan udara" pasangan calon presiden-calon wakil presiden, ia terus-menerus membela pasangan tersebut setiap waktu.
"Ancaman pembunuhan hampir setiap hari harus saya terima. Saya bisa memperlihatkan bagaimana saya diteror tidak pernah berhenti," kata Donny saat ditemui Tribun Network di kawasan Jakarta Selatan, pekan lalu.
Ancaman dan umpatan kerap diterimanya melalui sambungan komunikasi telepon seluler.
Saking seringnya menerima kata-kata tidak baik, dia enggan mengangkat telepon dari nomor yang tidak dikenal atau tidak tersimpan terlebih dahulu di daftar nama ponselnya.
"Enggak mau saya. Nanti tahu-tahu diangkat isinya cuma caci maki. Dulu setiap hari pasti ada. Sekarang, saya sudah tidak mau lagi angkat telepon kalau tidak kenal nomornya," ucap Donny.
Selain teror melalui telepon seluler, perundungan atau bulliying via lini masa media sosial juga kerap muncul.
Bahkan akun media sosial milik jaringannya sering dihapus pemilik platform, seperti Facebook atau Twitter, karena dilaporkan pihak lain.
Bagi Donny, dihapusnya akun medsos cukup merepotkan karena membuat akun baru yang memiliki pertemanan sehingga mendapat respons banyak akun lainnya bukan persoalan mudah.
Dengan membuat akun baru, maka follower dan teman tidak ada, dengan demikian kerja harus memulai lagi dari awal.
Menyebar informasi tidak efektif karena harus terlebih dahulu mencari pertemanan.