News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pilpres 2019

Hasil Sidang Kelima Sengketa Pilpres 2019 hingga 17.30 WIB, 2 Kali Hakim MK 'Semprot' BW & Saksi 01

Penulis: Facundo Chrysnha Pradipha
Editor: Siti Nurjannah Wulandari
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Hasil Sidang Kelima Sengketa Pipres 2019 hingga 17.30 WIB, 2 Kali Hakim MK 'Semprot' BW dan Saksi 01

Anas meralat perkataannya lalu menyebut bahwa yang memberikan slide materi pelatihan adalah Sekretaris Jenderal (Sekjen) TKN Hasto Kristiyanto.

Atas keterangan tersebut, hakim mengingatkan Anas untuk memberikan kesaksian secara benar.

Sebab, jika tidak, Anas bisa disebut memberikan keterangan palsu.

"Ini saya ingatkan lagi ya, saudara ini di bawah sumpah. Kalau memberikan keterangan yang tidak benar itu bisa dikategorikan memberikan keterangan palsu," ujar Saldi. Kepada Saldi, Anas lantas mengakui kesalahannya.

"Siap Yang Mulia, siap salah Yang Mulia. Jadi salah sebut tadi," katanya.

Baca: Fakta Sidang Sengketa Pilpres 2019, BW Kembali Dapat Teguran Hakim hingga Singgung soal Cuti

3. Pendapat ahli 01

Masih diberitakan Kompas.com, Guru Besar Ilmu Hukum UGM Edward Omar Sharif Hiariej menilai tim hukum pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno tak dapat membuktikan tuduhan kecurangan yang terjadi secara terstruktur, sistematis dan masif selama Pilpres 2019.

Sebab, Hiariej berpendapat,tim kuasa hukum 02 hanya memaparkan beberapa peristiwa pelanggaran kemudian menggeneralisasi bahwa kecurangan terjadi secara terstruktur, sistematis dan meluas, sebagai dasar gugatan dalam dalil permohonan sengketa.

"Merujuk pada fundamentun petendi (dasar gugatan) kuasa hukum pemohon menunjukkan beberapa peristiwa kemudian menggeneralisir bahwa kecurangan terjadi secara terstruktur sistematis dan masif," ujarnya.

Di sisi lain, lanjut Hiariej, tim kuasa hukum tak dapat menunjukkan hubungan kausalitas atau sebab akibat antara kecurangan yang disebut terstruktur dan sistematis dengan dampaknya yang luas terhadap hasil pemilihan umum.

Ia menjelaskan, jika merujuk pada Pasal 286 ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu (UU Pemilu), pelanggaran terstruktur artinya dilakukan secara kolektif atau secara bersama-sama.

Dalam konteks tersebut, harus dibuktikan dua hal, yaitu adanya meeting of mind antar pelaku pelanggaran dengan syarat subyektif dan adanya kerja sama yang nyata.

Perihal sistematis, lanjut Hiariej, mensyaratkan pelanggaran dilakukan secara matang, tersusun dan rapi.

Ia mengatakan, dalam konteks tersebut harus dibuktikan apa substansi perencanaan, siapa yang melakukan perencanaan, kapan dan di mana perencanaan itu dilakukan, sedangkan pelanggaran yang masif merujuk pada skala terjadinya kejahatan tersebut.

Halaman
1234
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini