"Demikian pula bukti berupa berita online yang menyatakan dugaan adanya penggalangan dukungan terhadap paslon 01, sebagaimana pengakuan Kapolsek Pasirwangi, Garut, Jawa Barat, dalam persidangan Bawaslu mengtakan hal itu tak bisa dijadikan temuan karena tak memenuhi syarat formil dan materil," ujar Aswanto.
5. Soal pembukaan kotak suara
Kubu 02 menilai telah terjadi kecurangan dalam Pilpres 2019 berupa pembukaan kotak suara.
Namun, MK meragukan barang bukti yang diajukan oleh tim hukum 02.
"Pemohon mendalilkan terjadinya pembukan kotak suara tersegel di parkiran Alfamart, sehingga patut diduga kotak suara tersebut sengaja dibuka dan ditukar dengan kotak suara lain," kata hakim Aswanto.
MK menilai bukti itu tidak valid karena tak ada keterangan tambahan terkait video tersebut.
Misalnya, tim 02 tak mampu membuktikan siapa petugas di video tersebut.
Juga tidak jelas di mana lokasi video tersebut diambil.
Tidak dijelaskan juga apa korelasi video itu dengan perolehan suara capres 01 dan capres 02.
"Validitas video itu diragukan," ujar Aswanto.
6. Soal kedekatan BIN dengan Megawati
Tim hukum 02 mempersoalkan kedekatan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Budi Gunawan dengan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri.
Kubu 02 menilai itu sebagai bentuk ketidaknetralan BIN dalam Pilpres 2019.
Namun, MK menilai kedekatan Megawati dengan Budi Gunawan tidak relevan dijadikan bukti kecurangan Pilpres 2019.
"Dalil kedekatan kepala BIN Budi Gunawan dengan PDI-P dan Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri adalah tidak relevan dengan pemilu," kata hakim MK Arief Hidayat.
Mahkamah juga berpendapat, hadirnya Budi Gunawan selaku Kepala BIN di acara ulang tahun PDI-P merupakan suatu yang biasa.
Sebab, acara tersebut juga dihadiri oleh pejabat negara lainnya.
Kehadiran Budi Gunawan itu tidak dapat diartikan, BIN tidak netral dalam menjalankan tugas dan fungsinya.
"Berdasarkan hal tersebut dalil pemohon tidak dapat dibuktikan, dan dinyatakan tidak beralasan menurut hukum," ujar Arief.
7. TPS Siluman
Dalil mengenai adanya kecurangan melalui 'TPS Siluman' juga ditolak oleh MK.
"Bahwa berdasarkan pertimbangan hukum tersebut di atas dalil pemohon tidak beralasan menurut hukum," kata Hakim Saldi Isra.
Menurut Majelis, kubu Prabowo tidak mampu menunjukkan di daerah mana TPS siluman tersebut berada.
Paslon nomor urut 02 juga dinilai tidak menerangkan bagaimana penggelembungan suara dilakukan dan untuk keuntungan siapa.
"Bahwa dalil pemohon demikian menurut Mahkamah tidak dapat diperiksa lebih lanjut karena pemohon tidak menguraikan lokasi TPS yang disebut pemohon sebagai TPS siluman, termasuk pemilih yang memilih di TPS tersebut," ujar Saldi.
8. Perolehan nol suara di beberapa TPS
Tim hukum 02 mempermasalahkan perolehan nol suara untuk pihaknya di beberapa TPS saat Pilpres 2019.
Dalam pertimbangannya, tim hukum Prabowo-Sandiaga menyebut ada sekitar 5.268 TPS di mana suara Prabowo-Sandiaga nol.
Tim 02 merasa hal itu mustahil terjadi. Ada indikasi kuat terjadi kecurangan.
Menurut Mahkamah, berdasarkan permohonan, terlihat bahwa tim 02 tidak bisa memastikan jumlah TPS yang dipersoalkan.
Hal itu terlihat dari diksi yang digunakan, yakni 'hampir di sebagian Jawa Timur dan Jawa Barat'.
"Dengan kata lain, pemohon sendiri ragu," ucap Hakim Manahan MP Sitompul.
Menurut Mahkamah, dengan diksi tersebut, tim 02 memberi beban kepada MK untuk membuktikan dalil.
Selain itu, menurut MK, pemohon tidak dapat menunjukkan secara spesifik di TPS mana saja dimana 02 mendapat suara nol.
Kalau pun benar ada 5.268 TPS dimana suara Prabowo-Sandiaga nol, menurut Mahkamah, hal itu tidak serta merta bisa dikatakan mustahil.
Mahkamah memberi contoh berdasarkan bukti yang diserahkan KPU.
Faktanya, Jokowi-Ma'ruf juga tidak mendapat suara di sejumlah TPS.
Satu di antanya daerah Ketapang, Sampang, Madura.
"Dengan demikian, dalil pemohon yang menyatakan bahwa nol suara merupakan hal yang mustahil adalah dalil yang tidak terbukti sehinga dalil pemohon a quo tidak beralasan hukum," kata Manahan.
9. Hasil penghitungan suara versi Prabowo-Sandi
Prabowo-Sandi meminta MK menetapkan hasil pemilihan presiden sesuai versi perhitungan mereka, yaitu Jokowi-Ma'ruf mendapat 63,57 juta (48 persen) dan pasangan Prabowo-Sandiaga 68,65 juta suara (52 persen).
Sementara KPU menetapkan pasangan Jokowi-Ma’ruf berhasil meraih sekitar 85,6 juta suara (55,5 persen) suara, sementara Prabowo-Sandi hanya meraup sekitar 68,65 juta suara (44,5 persen).
Namun, MK menolak penghitungan suara versi paslon 02 itu.
"Dalil pemohon a quo tak beralasan menurut hukum," kata Hakim MK Arief Hidayat saat membaca pertimbangan putusan.
MK menilai Prabowo-Sandi tak bisa menunjukkan bukti yang cukup bagaimana perolehan suara versi mereka itu bisa didapat.
(Tribunnews.com/Fitriana Andriyani/Kompas.com)