"Bubarkan itu kan sengaja oleh Pak Prabowo untuk mengembalikan mandat, karena koalisi ini kan dibangun berdasarkan Pilpres 2019."
"Setelah Pilpres selesai prosesnya selesai tentu mandatnya dikembalikan," ungkap Andre Rosiade dalam acara Sapa Indonesia Pagi Kompas TV, edisi Senin (1/7/2019),
Dengan hal tersebut diharapkan setiap partai dapat menentukan pilihannya sendiri.
"Sehingga partisipasi partai punya ide untuk menentukan pilihan. Kami kan tidak ingin menyandera juga kalau ada yang mau pindah atau loncat pagar."
"Jadi kita kembalikan masing-masing partai," sambung Andre Rosiade.
Baca: Gerindra Bantah Ditawari Posisi Menteri
Baca: Bagaimana Jika Gerindra Gabung Koalisi Pemerintah? Ini Dampaknya bagi Demokrasi Tanpa Oposisi
5. Peluang Gerindra gabung koalisi Jokowi-Ma'ruf
Pengamat politik Universitas Paramadina, Hendri Satrio berpendapat, selain PAN dan Demokrat, Gerindra juga berpeluang bergabung dengan koalisi Jokowi-Ma'ruf.
Menurut Hendri, tak menutup kemungkinan Partai Gerindra akan memutuskan bergabung ke dalam pemerintahan setelah 10 tahun menjadi oposisi.
"Gerindra apakah mungkin? Itu mungkin saja terjadi. Memang tergantung Pak Prabowo, tapi 15 tahun menjadi oposisi itu tidaklah mudah," ujar Hendri saat ditemui di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (29/6/2019).
Pada pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono periode 2009-2014, Partai Gerindra menempatkan posisinya sebagai oposisi pemerintah.
Demikian pula pertengahan 2014-2019 atau pada masa pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla.
"Pasti ada kader kader atau simpatisannya Gerindra yang 'dahaga'," kata Hendri.
Di sisi lain, Hendri menilai, hanya PKS yang akan tetap menjadi oposisi pemerintah.
Menurut dia, elektabilitas PKS cenderung meningkat jika menjadi oposisi ketimbang bergabung dalam pemerintahan.
Pada Pemilu 2009, PKS mendapatkan perolehan suara sebanyak 8.206.955 suara atau 7,88 persen.
Saat itu, PKS mendukung pasangan capres-cawapres terpilih Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono.
Namun, perolehan suara PKS turun menjadi 8.480.204 atau 6,79 persen pada Pemilu 2014.
Selama pemerintahan Presiden Joko Widodo, PKS mengambil posisi sebagai oposisi pemerintah.
Suara PKS meningkat tajam pada Pileg 2019, yakni dengan perolehan 11.493.663 suara atau 8,21 persen.
"Sejarahnya PKS kalau ada di luar pemerintahan itu elektabilitasnya justru naik."
"Kalau dia di posisi oposisi elektabilitasnya pasti naik," kata Hendri.
"Feeling politik saya kemungkinan besar yang tidak masuk ke dalam koalisi pemerintahan justru hanya PKS," kata dia.
(Tribunnews.com/Sri Juliati/Lita Andari) (Kompas.com/Ardito Ramadhan/Kristian Erdianto)