Satu di antaranya respons dari Ketua Bidang Hukum DPP Gempar Petrus Sihombing.
Ia menyatakan tidak tepat mengajukan gugatan Pilpres yang telah diuji di Mahkamah Konstitusi (MK), sebagai badan peradilan yang sah di Indonesia.
Ia menyebut terdapat dua badan peradilan internasional, yaitu the International Court of Justice (ICJ) atau Mahkamah Internasional, dan the International Criminal Court (ICC) atau Mahkamah Pidana Internasional.
Jika gugatan ketidakadilan dalam pilpres yang dilaksanakan di Indonesia, yang notabene negara merdeka serta memiliki elemen kedaulatan sesuai Konvensi Montevideo 1933.
Maka, kata Petrus sihombing, hanya Pemerintah Indonesia sebagai personalitas hukum yang dapat mengajukan gugatan secara internasional itu.
"Hal ini didasari Pasal 7 (1) pada Charter of the United Nations dan Pasal 92-96 Statute of the International Court of Justice," katanya melalui keterangan tertulis, Sabtu (29/6/2019).
Sehingga, lanjutnya, pihak yang dapat mengajukan gugatan sesuai legal standing sebagai negara yang merdeka, adalah Pemerintah Indonesia itu sendiri.
"Yang diwakili oleh Kementerian Luar Negeri atau kementerian terkait yang berkepentingan untuk itu," jelas Petrus Sihombing.
Hal, katanya, sesuai Pasal 34 statuta ICJ, yang menyatakan "Only states may be parties in cases before the Court."
Sehingga, individu ataupun organisasi kemasyarakatan, tidak memiliki kapasitas sebagai penggugat di Mahkamah Internasional yang berkedudukan di Den Haag, Belanda.
"Dengan demikian, jika Paslon 02 hendak mengajukan gugatan ke peradilan Internasional, maka akan sia-sia saja."
"Dan langkah hukum akan terhenti pada legal standing dan legal substance yang menyangkut materi hukum acara internasional," terangnya.
Diberitakan, majelis hakim Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan Prabowo-Sandi untuk seluruhnya, dalam putusan perkara perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Pilpres 2019, Kamis (27/6/2019) malam.
(Tribunnews.com/Chrysnha/WartaKotaLive.com)