Tapi semakin lama digosok, partikel penyusun besi secara otomatis akan teratur seperti partikel magnet, sehingga besi yang tadinya hanya bersifat pasif, sekarang berubah menjadi aktif dan mampu menjadi magnet baru walaupun kualitasnya tidak setara dengan magnet yang asli.
Inilah yang disebut sebagai Takhalluq bi akhlaqillah.
Melakukan internalisasi sifat-sifat Ilahi ke dalam diri kita.
Proses mengenal dan internalisasi ini berbeda dengan proses mengenali dan memasukkan sari pati makanan untuk tubuh.
Untuk mengenal makanan, kita cukup mengetahui, memiliki, kemudian memakannya sehingga makanan itu masuk ke tubuh kita.
Tetapi untuk meniru sifat-sifat Allah perlu kerja keras, dan sifat itu sulit masuk kalau diri kita kotor.
Kotoran itulah yang menjadi tutup, cover, dan orang yang tertutup hati dan pikirannya disebut kafir, sehingga cahaya kebenaran Ilahi sulit bekerja dalam dirinya.
Jika dicermati, sifat dan nama Allah dalam Alquran secara garis besar terbadi dua, ada yang bernuansa feminim dan ada yang bercorak maskulin.
Semua nama atau sifat itu terangkum dalam asmaul husna yang berjumlah sembilan puluh sembilan.
Hakikat dan Dzat Allah sesungguhnya tidak perlu nama dan nama apapun tidak akan cocok dilekatkan pada-Nya.
Tetapi nama dan sifat Allah diperlukan bagi manusia sebab tanpa nama dan sifat kita sulit memahami dan mendekati-Nya.
Bayangkan, seandainya dalam kehidupan ini tidak ada nama, maka sulit membangun relasi pengetahuan.
Kita sulit membedakan antara entitas satu dengan entitas yang lain.
Lebih dari itu, tidak akan tercipta sebuah tatanan dan tidak ada ilmu pengetahuan.
Di sinilah letak nilai-nilai edukasi dan relasi di balik nama Tuhan.
Dari nama-nama Tuhan itu pula kita dapat mengenal dan meneladani sifat Tuhan untuk selanjutnya dapat kita tiru dan praktikkan ke dalam kehidupan sehari-hari.
Melalui nama-nama Tuhan kita merasakan kehadiran Tuhan yang selalu dekat dan bersama dengan kita, sehingga aktivitas kita selalu merasa terawasi, terjaga dan terdeteksi oleh-Nya.