News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Ramadan 2019

Mengenal Hafshah binti Umar, Sosok Penting yang Merekam Jejak Al-Quran, Menuliskan di Pelepah Kurma

Editor: Anita K Wardhani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sejumlah santri Pesantren Al Hidayah bersama guru melaksanakan tadarus Alquran pada awal Ramadhan 1440 H di sela kegiatan sekolah di Desa Sei Mencirim, Deli Serdang, Sumatera Utara, Rabu (8/5/2019). Pesantren yang didirikan mantan terpidana kasus terorisme Khairul Ghazali yang didukung oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) tersebut saat ini memiliki 16 orang santri anak pelaku terorisme dan masyarakat umum dan diharapkan dapat mengantisipasi berkembangnya ajaran radikalisme di lingkungan masyarakat. TRIBUN MEDAN/RISKI CAHYADI

TRIBUNNEWS.COM - Perempuan itu, Hafshah binti Umar namanya. Ia begitu cerdas membaca, melafalkan, dan menghafalkannya di luar kepala.

Ia merekam jejak-jejak Al-Quran. Menuliskannya pada pelepah kurma, menyalinnya dengan aksara yang lebih terbaca.

Mempertanyakan makna dan maksudnya pada sumber ketiga.

Rasulullah Saw. mengoreksi lembaran demi lembaran, lalu menyebarluaskannya sebagai pedoman seluruh umat manusia.

Siapa Hafshah? Bagaimana kisahnya? Yuk simak tulisan Gana Islamika

Baca: Jangan Lewatkan Malam Nuzulul Quran, Yuk Ikuti Ibadah yang Dilakukan Rasulullah SAW

Ilustrasi gambar: islamidia.com ()

Al-Quran adalah kitab suci umat Islam. Seluruh umat Islam mengetahui bahwa ia merupakan Kalam Suci Tuhan yang diwahyukan melalui malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad SAW.
Kehadirannya mampu membius manusia untuk setidaknya melirik pada ungkapan-ungkapan di dalamnya.

Beragam apresiasi ditujukan pada Al-Quran, baik apresiasi positif maupun negatif.

Mengeja, melantunkan, menghapal, memaknai, menafsirkan.

Mereka yang terhipnotis menjadikannya sebagai obat bagi kegundahan jiwa, menjalankan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, dan menjadikannya sebagai penuntun dalam kehidupannya.

Kitab ini terus hidup, dihidupkan, sekaligus menghidupkan di dalam sanubari setiap orang melintasi waktu empat belas abad lamanya.

Baca: Jangan Tergoda Gemerlapnya Diskon Mall, Yuk Berdoa, 10 Hari Kedua Ramadan Mustajab Mohon Ampunan

Membincangkan Al-Quran dalam lintasan sejarah, seakan kita berada di ambang samudera tak bertepi.

Setiap jengkalnya mengundang decak kagum yang tak berkesudahan. Di awali dengan peristiwa uzlah Nabi menjelang turunnya wahyu al-Quran di gua Hira, hingga penulisan dan kodifikasi pada masa Umar yang diputuskan pada masa Utsman.

Peserta Ngepunkburit sedang belajar membaca Al-Quran di kolong jembatan layang Tebet, Jakarta, Sabtu (11/5/2019). Peserta yang kebanyakan dari anak jalanan dan komunitas punk mengisi bulan Ramadan dengan diskusi keagamaan, pengajian, dan permainan edukasi untuk anak-anak yang diprakarsai oleh Tasawuf Underground serta sejumlah relawan mahasiswa. TRIBUNNEWS/HERUDIN (TRIBUNNEWS/HERUDIN)

Otentisitasnya yang selalu terjaga, bukan hanya terjaga dalam sanubari para sahabat penghafal al-Quran. Lebih dari itu, karena ada kekuatan Ilahi yang terus mengawal perjalanannya hingga batas waktu yang tak bisa ditentukan.

Proses kodifikasi Al-Quran ini bermula pasca kecamuk perang Yamamah pada tahun 12 H.
Perang antara kaum Muslim melawan orang-orang murtad dari para pengikut Musailamah al-Kadzab ini telah merenggut nyawa para penghafal al-Quran.

Halaman
1234
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini