Laporan Wartawan Tribunnews.com, Willy Widianto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Berlarut-larutnya masalah yang terjadi di Papua akan sangat merugikan bagi bangsa Indonesia. Anggota DPR RI Sohibul Iman mengatakan Pemerintah harus segera turun tangan secara holistik (menyeluruh) agar dapat diselesaikan dari akar masalahnya.
“Apalagi saat ini kondisi force majeure sudah diberlakukan oleh PT. Freeport-McMoran. Sebagai perusahaan tambang asal Amerika Serikat yang sedang dalam proses renegosiasi dengan Pemerintah Indonesia terkait Kontrak Karya Pertambangan, ini jelas akan merusak proses renegosiasi yang sedang digodok bersama DPR,” ujar Sohibul dalam pers rilis yang diterima Tribunnews.com, Kamis(3/11/2011).
Anggota Komisi Energi DPR ini mendukung sikap Pemerintah terkait penetapan tarif royalti pertambangan. “PP Nomor 45 Tahun 2003 sudah secara jelas menyebutkan bahwa tarif royalti untuk jenis komoditas tambang Tembaga adalah 4 persem dari harga jual (Per Ton) dan komoditas tambang Emas adalah 3,75 persen dari harga jual (Per Ton),” jelasnya.
"Dengan royalti sekarang dimana Freeport hanya menyetor 1 persen jelas sangat merugikan Negara,” jelasnya.
Sohibul juga mengungkapkan hitung-hitungan jumlah kehilangan PNBP bila tarif royalty Kontrak Karya tersebut tidak sesuai dengan PP 45 tahun 2003.
“Bila sesuai kontrak dengan Freeport, PNBP berjumlah Rp1,65 triliun (dengan kurs 1 USD = Rp8.950), namun bila kita menerapkan PP Nomor 45 Tahun 2003, Pendapatan Negara (PNBP) untuk Tambang Freeport ini mencapai Rp2,48 triliun,” ungkapnya.
Tidak hanya itu, yang mengherankan lanjut Politisi PKS ini adalah kisruh Papua terjadi ketika proses renegosiasi sedang berlangsung, dan pada saat yang sama PT. Freeport menjadi salah satu Perusahaan Pertambangan yang menolak seluruh klausul renegosiasi.
"Apalagi dengan adanya dugaan kepentingan asing yang bermain, Sohibul meminta Pemerintah khususnya kementerian ESDM tetap konsisten memperjuangkan hak-hak Negara yang hilang tersebut,"pungkasnya.