TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis hakim Mahkamah Konstitusi menolak seluruh tuduhan pelanggaran yang dilayangkan pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Sulawesi Selatan, Ilham Arief Sirajuddin-Abdul Azis Qahar Mudzakkar, kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sulsel, sebagai pihak tergugat, dan pasangan Syahrul Yasin Limpo dan Agus Arifin Nu'mang, selaku pihak terkait.
Meski sebagian pokok perkara pelanggaran dinilai ada yang terbukti, majelis hakim yang membacakan isi putusan secara bergantian berpandangan, tudingan Ilham-Azis tidak disertai dalil saksi dan bukti yang kuat.
"Sehingga tidak perlu dinilai dan dipertimbangkan untuk ditindaklanjuti. Tuduhan tidak beralasan menurut hukum," kata Hamdan Zulfa, salah seorang anggota majelis hakim, saat membacakan putusan sengketa Pilgub Sulsel, Gedung Mahkamah Konstitusi, Selasa (26/2/2013).
1. Dalam berkas putusan majelis hakim Mahkamah Konstitusi, setebal 275 halaman itu, beberapa poin penting tuduhan pelanggaran yang menjadi pegangan kuat pasangan Ilham-Azis, diantaranya tuduhan yang menyebut telah terjadi dukungan ganda kepada pasangan Andi Rudiyanto Asapa-Andi Nawir Pasingringi, sehingga bisa lolos sebagai kandidat.
Namun, setelah KPU Sulawesi Selatan melakukan klarifikasi ke pengurus pusat partai politik yang bersangkutan, hakim menyebut bahwa dukungan kepada Rudi-Nawir sudah sesuai dengan peraturan.
Langkah yang ditempuh KPU itu dianggapnya telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Tuduhan penyebaran isu suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA), serta aksi terorisme, yang dinilai cukup merugikan Abdul Azis Qahar Mudzakkar, dalam kapasitasnya sebagai ketua Komite Persiapan Penegakan Syariat Islam Sulawesi Selatan, dan putra mendiang Abdul Qahar Mudzakkar, juga turut dinafikan Mahkamah Konstitusi.
Menurut majelis hakim, Pengawas Pemilihan Umum Sulawesi Selatan tidak pernah menerima laporan adanya kampanye hitam yang berbau SARA.
3. Penyampaian pemerintah untuk mewaspadai aksi terorisme, hakim menganggap sudah benar dan sesuai peraturan, sebagaimana keterangan dari Direktur Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Ansyad Mbai, yang dihadirkan sebagai saksi pada proses persidangan beberapa waktu lalu.
4. Tuduhan lainnya tentang keterlibatan pejabat dari level bupati sampai ke tingkat pemerintah desa, juga turut tidak diterika hakim Mahkamah Konstitusi. "Tidak disertai saksi, dan ahli,serta tidak disebutkan nama PNS yang terlibat," ujar Hamdan.
5. Ilham-Azis memperkarakan dugaan keterlibatan beberapa pejabat pemerintahan kabupaten, seperti bupati Gowa, Bulukumba, Pangkep, Wajo, bupati Luwu Timur, bupati Enrekang.
Mereka dituduh melakukan pelanggaran berupa penggunaan fasilitas negara dan penyalahgunaan anggaran bantuan sosial untuk memenangkan pasangan Syahrul-Agus, menggerakkan pegawai untuk mengintimidasi dan mengintervensi pemilih.
"Dalil-dalil pemohon tidak memiliki hubungan kasualitas (sebab-akibat) dengan perolehan suara," kata Akil Mochtar salah seorang anggota hakim Mahkamah Konstitusi yang turut menyidangkan kasus tersebut.
6. Kasus dugaan penculikan dan penganiayaan yang dilakukan Bupati Wajo, Andi Burhanuddin Unru, dia berpandangan, sama sekali tidak memiliki hubungan sebab akibat, karena tidak berpengaruh signifikan terhadap perolehan suara kandidat. Akil mengatakan, justru pasangan Ilham-Azis di Kabupaten Wajo memperoleh suara terbanyak dibanding calon pasangan lainnya.
Mahkamah Konstitusi mengatakan tidak menemukan unsur pelanggaran terstruktur, sistematis, massif, yang secara signifikan mempengaruhi perolehan suara semua calon dalam pelaksanaan pemilihan gubernur Sulawesi Selatan.
Meski sebagian pokok perkara yang dituduhkan memenuhi unsur pembuktian , namun tidak memenuhi syarat untuk membatalkan proses pemilihan gubernur di Sulawesi Selatan.
"Amar putusan menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD sembari mengetuk palu sidang petanda sidang ditutup.(Rud)