Laporan Wartawan Pos Kupang, Diana Ahmad
TRIBUNNEWS.COM, MBAY - Naas menimpa Melati (nama samaran, Red), siswi kelas satu sebuah sekolah menengah atas (SMA) di Mbay, Kecamatan Aesesa, Kabupaten Nagekeo. Remaja 15 tahun ini harus kehilangan mahkotanya sebagai perempuan setelah digagahi seorang pelayan toko, PM (19), Sabtu (6/4/2013) sekitar pukul 15.00 Wita.
Korban digagahi di sebuah kawasan hutan di Lego, Desa Aeramo, Kecamatan Aesesa, setelah sebelumnya diajak pelaku jalan-jalan di lintas Pantura Flores itu. Akibatnya, korban mengalami pendarahan hebat dan tidak sadarkan diri.
Melihat kondisi korban yang terus melemah, pelaku yang merupakan warga Kampung Nila, Kelurahan Mbay II, Kecamatan Aesesa, itu mengantar korban ke kost temannya di sekitar Paudo.
Khawatir kondisi korban terus memburuk, pelaku dengan bantuan penghuni kost dan warga sekitar mengantar korban ke keluarganya di Alorongga, Mbay I.
Tiba di rumah, korban langsung pingsan. Keluarga korban pun langsung melarikan korban ke Puskesmas Danga. Sampai Sabtu malam, korban belum sadarkan diri.
Sebelum pingsan, korban dengan terbata-bata sempat mengatakan dirinya diperkosa oleh pelaku di Hutan Aeramo. Berdasarkan pengakuan korban, paman korban pun melaporkan kasus ini ke Polsek Aesesa.
Sementara pelaku yang ditemui di Polsek Aesesa, Sabtu (6/4/2013) malam, mengatakan, dirinya dan korban sesungguhnya mempunyai hubungan asmara. Hubungan itu sudah terjalin sejak sebulan yang lalu.
Pada masa pacaran yang baru seumur jagung itu, dirinya telah dua kali melakukan hubungan layaknya suami istri. Pertama kali pada Sabtu (30/3/2013) bertempat di kamar kost temannya di Paudo dan kedua pada Sabtu (6/4/2013) siang.
Dari balik jeruji besi, pelaku mengatakan, apa yang terjadi antara dirinya dan korban atas dasar mau sama mau. Namun dari percakapan melalui pesan singkat antara pelaku dengan korban, terlihat jelas pelaku memang berusaha merayu korban meskipun berulang kali korban menolak.
Bersama pelaku, polisi juga mengamankan pakaian korban yang penuh darah.
Polisi telah meminta keterangan beberapa saksi terkait kasus ini, paman korban, pelaku dan teman korban. Paman korban menolak namanya dikorankan yang ditemui di Mapolsek Aesesa, Sabtu malam, terlihat begitu terpukul dengan kejadian yang menimpa korban.
"Anak ini besar di tangan saya. Saya pelihara dia sejak masih kecil karena kedua orang tuanya bekerja menjadi TKI ke Malaysia. Saya didik dengan baik. Di rumah saya tidak sembarang orang bisa keluar masuk. Karena itu saya begitu kaget dengan kejadian ini. Apalagi saya ini pemerintah di lingkungan saya. Saya benar-benar tidak percaya karena saya sudah berusaha keras menjaga anak-anak saya. Saya tidak tahu mereka kenal dimana. Anak laki-laki ini juga saya tidak kenal dan darimana asal usulnya," katanya dengan raut wajah penuh kesal dan menahan amarah.
Sampai Sabtu malam polisi masih terus memeriksa saksi-saksi yang dinilai mengetahui peristiwa itu.